Ikhbar.com: Manusia memiliki andil terbesar dalam peningkatan suhu yang terjadi sepanjang 2023. Namun, cuaca ekstrem tahun ini diperburuk dengan tiga faktor alam tambahan, yaitu El Niño, fluktuasi matahari, dan letusan gunung berapi bawah laut yang masif.
Profesor ilmu bumi, Lingkungan, dan planet dari Universitas Washington, Michael menjelaskan, faktor-faktor tersebut terjadi dalam waktu bersamaan sehingga memperburuk pemanasan global.
“Parahnya lagi, kita dapat memperkirakan suhu tinggi yang tidak biasa akan berlanjut hingga setidaknya tahun 2025, yang berarti cuaca yang lebih ekstrem dalam waktu dekat,” ungkapnya, dikutip dari The Conversation, pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Baca: Bumi mulai Mendidih
Berdasarkan peningkatan suhu permukaan laut Pasifik pada pertengahan 2023, pemodelan iklim saat ini menunjukkan kemungkinan 90% bumi sedang menuju El Niño kuat pertama sejak 2016.
“Hal itu dikombinasikan dengan pemanasan yang disebabkan manusia,” katanya.
“Bumi mungkin akan segera memecahkan rekor suhu tahunannya lagi,” sambung Wysession .
Menurutnya, Juni 2023 merupakan bulan terpanas dalam rekor modern. Sedangkan Juli mencatat rekor global dan regional untuk hari-hari terpanas. “Termasuk indeks panas 67 derajat celcius di Iran,” katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, siklus matahari terakhir mencapai titik minimumnya pada 2020 telah mengurangi efek El Niño yang terjadi pada tahun itu. Siklus matahari saat ini telah melampaui puncak siklus sebelumnya yang relatif lemah pada 2014 dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2025 dengan output energi matahari meningkat hingga saat itu.
Lalu, ungkap dia, letusan gunung berapi juga dapat secara signifikan memengaruhi iklim global. Biasanya, aerosol sulfat yang dilepaskan ketika meletus, akan melindungi dan memblokir sebagian sinar matahari yang masuk. Namun, kejadiannya tidak selalu begitu.
Dalam kasus yang tidak biasa, letusan gunung berapi terbesar abad ke-21 sejauh ini, yaitu letusan gunung berapi bawah laut Hunga Tonga -Hunga Ha’apai Tonga, di Pasifik Selatan, pada 2022, memiliki efek pemanasan, bukan pendinginan.
Baca: Agar Rumah Tetap Sejuk di Tengah Cuaca Panas Ekstrem
Letusan tersebut mengeluarkan sejumlah kecil aerosol sulfat yang mendingin, tetapi sejumlah besar uap air. Magma cair meledak di bawah air, menguapkan sejumlah besar air laut yang meletus seperti geyser yang tinggi ke atmosfer.

Uap air adalah gas rumah kaca yang kuat, dan letusannya mungkin berakhir dengan pemanasan permukaan bumi sekitar 0,035 derajat Celcius. “Dampak pemanasan gunung berapi Tonga diperkirakan akan berlangsung setidaknya selama lima tahun,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres menyatakan bahwa Juli 2023 telah menjadi bulan terpanas dalam catatan sejarah. Menurutnya, kenaikan suhu rata-rata global telah terjadi akibat polusi yang menjebak sinar matahari dan berperan seperti rumah kaca di sekitar bumi.
“Era pemanasan global (memang) telah berakhir, (tetapi) era pendidihan global sudah tiba,” katanya.