Ikhbar.com: Kalimat fi’il atau kata kerja dalam Bahasa Arab dibedakan berdasarkan keterangan waktu peristiwa itu terjadi. Syekh Ahmad Zaini Dahlan dalam Mukhtashar Jiddan Syarah Matan al-Ajurumiyah menjelaskannya sebagai berikut:
فإن دلت تلك الكلمة على زمن ماض فهي الفعل الماضي نحو : قام، وإن دلت ع لى زمن يحتمل الحال والاستقبال فهي الفعل المضارع نحو : يقوم، وإن دلت على طلب شيء في المستقبل وهي فعل الأمر نحو قم.
“Jika kata tersebut menunjukkan waktu lampau, itu adalah fi’il madhi, contohnya lafaz قام (qama). Apabila menunjukkan waktu yang mungkin terjadi saat ini atau di masa depan, itu adalah fi’il mudhari, contohnya lafaz يقوم (yaqumu). Sedangkan fi’il yang menunjukkan permintaan untuk melakukan sesuatu di masa depan, itu adalah fi’il amar, seperti قم (qum).”
Baca: Fungsi dan Jenis “Al” dalam Bahasa Arab
Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat dari susunan kalimat:
نَصَرَ زَيْدٌ عَمْراً
(Zaid telah menolong Amr).
Lafaz نَصَرَ (telah menolong) ialah fi’il madhi. Ditinjau dari maknanya, kata tersebut menunjukkan suatu aktivitas yang dilakukan pada masa yang telah lewat.
Contoh fi’il mudhari dapat ditemukan dalam susunan kalimat:
يَنْصُرُ زَيْدٌ عَمْراً
(Zaid sedang menolong Amr)
Dan lafaz:
سَيَنْصُرُ زَيْدٌ عَمْرًا
(Kelak Zaid akan menolong Amr).
Kata yang berupa fi’il mudhari pada contoh tersebut ialah يَنْصُرُ (sedang menolong, dan akan menolong). Kata tersebut memiliki dua kemungkinan masa, yakni zaman hal (masa kini) dan istiqbal (masa yang akan datang).
Jenis ketiga dari kalimat fi’il adalah fi’il amar. Ragam ini menunjukkan perintah kepada mukhatab (orang kedua) untuk melakukan sesuatu.
Contohnya adalah اُنْصُرْهُ (tolonglah ia!). Kata اُنْصُرْ (tolonglah) merupakan kata perintah yang garis waktunya ialah zaman istiqbal. Pasalnya, aktivitas menolong dilakukan setelah bunyi perintah, tidak bersamaan, tidak pula mendahului ucapan.
Baca: 4 Jenis Tanwin dalam Ilmu Nahu
Ciri-ciri fi’il
Kalimat fi’il memiliki distingsi dari kalimat yang lain dengan tanda-tanda khas yang hanya bisa bersentuhan dengannya. Mengenai hal ini, KH Aqiel Siroj Kempek, Cirebon dalam Al-Zubdat al-Naqiyah fi Tarjamat al-Ajurmiyah menulis sebagai berikut:
والفعل يُعرَفُ بِقَد وَالسِّينِ وَسَوفَ وَتَاءِ التَّأْنِيت السَّاكِنَةِ
“Kalimat fi’il dapat dikenali dengan tanda-tanda sebagai berikut: Diawali قَد, huruf sin yang dibaca fathah, dan lafaz سَوْفَ. Serta bisa juga diakhiri huruf “ta” berharakat sukun yang menunjukkan bahwa subjek berkelamin perempuan.”
Awalan قد berlaku untuk fi’il madhi dan fi’il mudhari. Namun, makna yang timbul dari imbuhan tersebut berbeda. Jika dipasangkan dengan fi’il madhi, maka bermakna taqrib (dekat masanya) atau tahqiq (penegasan). Sedangkan apabila mengawali fi’il mudhari, lafaz قد kadang-kadang menunjukkan makna tahqiq dan taqlil (jarang).
Hal itu sebagaimana dijelaskan Syekh Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari Al-Ahdal dalam Kawakib ad-Durriyyah sebagai berikut:
وهى علامة مشتركة تارة تدخل على الماضى لافادة تقريبه من الحال نحو قد قامت الصلاة او تحقيقه نحو ونعلم ان قد صدقتنا. وتارة على المضارع لافادة التحقيق نحو قد يعلم الله او التقليل نحو ان الكذوب قد يصدق.
“Ini adalah tanda umum yang kadang-kadang digunakan pada fi’il madhi, dengan tujuan mendekatkan peristiwa tersebut dari waktu sekarang. Contohnya seperti “قد قامت الصلاة” (sudah dekat waktu melaksanakan salat), atau untuk menegaskan realisasi, seperti “ونعلم أن قد صدقتنا” (dan supaya kami yakin, bahwa kamu telah berkata benar kepada kami). Kadang-kadang juga digunakan pada fi’il mudhari untuk menegaskan keyakinan atau pengetahuan, seperti “قد يعلم الله” (Allah pasti mengetahui), atau untuk menunjukkan peristiwa yang jarang terjadi, seperti “إن الكذوب قد يصدق” (sesungguhnya pendusta terkadang bisa dipercayai).