Ikhbar.com : Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati merupakan salah satu Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Cirebon dan sekitarnya.
Meski Sunan Gunung Jati juga merupakan raja Cirebon, namun ia seakan tak berjarak dengan masyarakat. Kedekatan dengan masyarakat itulah yang membuat dakwahnya mudah diterima.
Selain mewariskan beberapa peradaban keislaman di tanah Cirebon, Sunan Gunung Jati juga mewariskan sejumlah larangan bagi masyarakatnya.
Sejumlah larangan yang digaungkan oleh Sunan Gunung Jati tersebut merupakan salah satu nuansa tradisi dalam kepemimpinan Sunan Gunung Jati itu sendiri.
Sejumlah larangan dari Sunan Gunung Jati tersebut konon hingga saat ini masih diamini oleh masyarakat Cirebon.
Dikutip dari buku Jalan Hidup Sunan Gunung Jati karya Eman Suryaman, berikut ini larangan yang diwariskan Sunan Gunung Jati kepada masyarakat Cirebon.
1. Tidak boleh keluar rumah di waktu petang
Larangan dari Sunan Gunung Jati ini dikenal oleh masyarakat Cirebon dengan bahasa “Aja lelungan neng wayah sendekala”.
Larangan dari Sunan Gunung Jati ini dimaksudkan seorang ingat akan waktu. Karena waktu senja sendiri merupakan waktu tanggung malam belum masuk, sedangkan petang sudah berlalu.
Waktu tersebut merupakan saat seorang dari aktivitas harian, sehingga tidak baik bertamu atau mengunjungi seseorang, dan juga tidak baik untuk keluar rumah.
Sebelum kedatangan Sunan Gunung Jati, waktu tersebut diyakini sebagai waktu bergentayangannya setan, jin, dan ruh jahat, sehingga dikhawatirkan akan mengalami hal buruk jika dilanggar.
Namun setelah Sunan Gunung Jati mengajarkan agama Islam, waktu tersebut merupakan waktu persiapan melaksanakan salat Maghrib.
2. Dilarang duduk di atas landasan
Larangan Sunan Gunung Jati ini sebenarnya isyarat simbolis agar tidak memikul sesuatu kesalahan yang tidak pernah dilakukan, atau sesuatu kesalahan dilakukan oleh orang lain tetapi ia yang terkena getahnya.
Selain dilarang duduk di atas landasan, Sunan Gunung Jati juga melarang untuk duduk di atas undak-undakan depan pintu.
Larangan Sunan Gunung Jati ini dikenal masyarakat Cirebon dengan bahasa “Aja ndodok ning umpang-umpangan lawang”.
Karena menurut Sunan Gunung Jati, pintu merupakan tempat keluar masuknya orang, sehingga orang yang duduk di sana akan mengganggu orang yang hendak keluar masuk.
3. Dilarang bersiul pada tengah malam
Sunan Gunung Jati juga melarang seseorang untuk bersiul pada tengah malam. Pantangan tersebut sebenarnya bertunuan untuk kenyamanan di dalam rumah, karena bersiul akan mengganggu orang yang beristirahat.
Larangan bersiul di tengah malam ini dikenal oleh masyarakat Cirebon dengan bahasa “Aja singot ning wayah bengi”, karena akan mengundang bahaya datang ke dalam rumah.
4. Dilarang berhenti sebelum sampai di tempat tujuan
Larangan ini menurut Sunan Gunung Jati dimaksudkan agar dalam melaksanakan sesuatu harus tuntas, jangan setengah-setengah, dan target harus tercapai.
Selain itu, pantangan yang digagas Sunan Gunung Jati itu mengisyaratkan bahwa dalam melaksanakan sesuatu harus didahului perhitungan yang matang.
5. Dilarang membangun rumah yang menghadap ke pertigaan jalan dan membangun rumah di pojok pertigaan jalan yang berbentuk cagak gunting
Sunan Gunung Jati melarang hal tersebut dengan maksud, kedua posisi itu hanya cocok untuk pertokoan atau perkantoran.
Karena posisi tersebut selalu dilewati orang yang berlalu lalang, entah itu orang yang beri’tikad baik ataupun buruk.
6. Menghindari perjalanan kawasan Karanggetas jika hendak ke kota Cirebon
Larangan Sunan Gunung Jati ini bertujuan supaya tujuan yang akan dicapai tidak gates atau gagal.
Sunan Gunung Jati menganjurkan sebaiknya untuk berbelok melalui Panjunan yang memikiki arti bahasa Arab nyata atau ada, dalam hal ini artinya sukses atau berhasil.