Ikhbar.com: Puluhan Ning atau pemimpin muda perempuan pondok pesantren dari Sumatra, Jawa, Madura, dan Lombok berkumpul dalam workshop Nawaning Penggerak Pesantren Bebas Kekerasan Seksual di Yogyakarta. Nawaning adalah bentuk plural dari “Ning.”
Kegiatan ini menjadi respons atas meningkatnya kasus kekerasan seksual (KS) di lingkungan pesantren, yang kini tercatat sebagai lokasi kedua terbanyak terjadinya kasus tersebut.
“Workshop ini diadakan untuk merespons situasi agar kita sebagai pengampu pesantren berbenah karena maraknya kasus kekerasan seksual di pesantren,” ujar ketua panitia, Ning Nabilah Musnyarihah, di Yogyakarta, dikutip pada Senin, 14 Juli 2025.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama: Nyai Hj. Alissa Qotrunnada Wahid, M.Sc. Psikologi, dan Dr. Maya Dina Rohmi Musfiroh, S.H.I., M.A. Keduanya membekali peserta dengan wawasan mendalam seputar pencegahan KS, strategi perubahan sosial, hingga penguatan ruang aman bagi santri.
Sesi awal workshop dimulai dengan membangun komitmen bersama dan refleksi pengalaman kasus KS di pesantren.
Baca: Sinikhbar: Kekerasan Seksual dan Feodalisme di Pesantren, Mitos atau Fakta?
Peserta kemudian diajak menyusun skenario masa depan, baik jika gerakan pencegahan dijalankan maupun jika diabaikan.
“Kalau kita ingin mengubah situasi, tidak bisa hanya dengan pengetahuan dan tidak cukup hanya dengan bekerja keras, tetapi juga harus bekerja cerdas,” tegas Nyai Alissa Wahid.
Analisis mendalam terhadap pola dan penyebab KS di pesantren pun dilakukan. Faktor yang mengemuka mencakup minimnya kebijakan perlindungan, budaya yang tabu membahas KS, serta ketiadaan kurikulum edukatif terkait isu ini.
Baca: Menjaga Kekhasan Pendidikan Batin Pesantren
Sebagai penutup, nawaning mendiskusikan pentingnya membangun ruang psikososial yang aman, tempat santri bisa berbagi dan mendapat dukungan.
Workshop ini diharapkan menjadi awal dari perubahan nyata demi menciptakan pesantren yang aman, nyaman, dan bebas kekerasan seksual.