Ikhbar.com: Selain dikenal sangat kejam, tentara Mongol juga kental dengan mitos-mitos. Hal itu tampak ketika Hulagu Khan, yang mengungkapkan impiannya untuk mengulangi kebengisan sang kakek, Genghis Khan, dalam merampas banyak kota hingga mengorbankan hingga ratusan ribu nyawa.
Ahli pustaka dari Venezuela, Fernando Báez dalam A Universal History of the Destruction of Books: From Ancient Sumer to Modern-Day Iraq (2003) menceritakan, penyerangan Mongol ke Baghdad mulanya akan dilakukan jauh-jauh hari. Akan tetapi, keberangkatan ribuan tentara itu sempat terganjal saran penasihat spiritual Hulagu, Husim Al-Din.
Peramal itu menyebut, rencana serangan Mongol tidak direstui alam semesta. Setidaknya, akan ada enam malapetaka jika strategi itu dipaksakan. Yakni, semua kuda akan mati dan seluruh tentaranya akan jatuh sakit, matahari tidak akan terbit, hujan tidak akan turun, badai akan menerjang dan dunia akan hancur oleh gempa bumi, rumput tidak akan tumbuh, dan Hulagu Khan meninggal dunia.
“Terjebak dalam dilema ini, Hulagu memanggil Nasir Al-Din Al-Tusi, ahli matematika (penemu trigonometri), mantan anggota sekte Hasyasyin. Hulagu mengangkatnya sebagai penasihat pasca penghancuran Alamut,” tulis Baez, dikutip Senin, 13 Februari 2023.
Peta Barbar
Hasrat Hulagu untuk menaklukkan seluruh wilayah Islam di Timur Tengah pun tak lagi terbendung. Kepada pasukannya, ia memberi perintah agar menoleransi setiap daerah yang menyerah. Namun, wajib membumihanguskan wilayah-wilayah yang melakukan perlawanan.
Hulagu berencana menjajah Lurs, penduduk Muslim di daerah Iran, menumpas sekte Hashashin, menaklukkan kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, meruntuhkan kekhalifahan Ayyubi di Syria, dan menundukkan kekhalifahan Mamluk di Mesir.
Kebengisan Hulagu, konon juga didorong perkara dendam. Sebab, ibu, istri, dan sahabat dekatnya, Kitbuqa, termasuk Kristen fanatik yang memendam kebencian mendalam terhadap Islam. Para penasihat Hulagu dari Persia juga turut mengompori agar ia mau membalas kekalahan di satu abad sebelumnya. Tepatnya, ketika Persia ditaklukkan pasukan Muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Pengepungan Baghdad
Hulagu mulai mengepung dari seluruh arah mata angin Kota Baghdad pada 29 Januari 1258. Khalifah Dinasti Abbasiyah, Abu Ahmad Abdullah Al-Musta’shim Billah pun mengerahkan pasukannya untuk membendung serangan Barbar. Sayangnya, jumlah pasukan Al-Mu’thasim berjumlah tak sebanding.
Setelah berhasil memukul mundur pasukan Abbasiyah, dari luar tembok Baghdad, Hulagu mengirimkan ultimatum agar pemimpin Abbasiyah segera menyerah. Pada saat itulah, Muayiddin Al-Alqami menyarankan Khalifah untuk mengabaikan orang Mongol tersebut.
Bahkan, wazir Abbasiyah itu menyampaikan bahwa seluruh dunia Islam akan datang untuk melindungi Baghdad dan penduduknya. Sayangnya, penjelasan itu malah membuat Al-Musta’shim kurang mewaspadai kekuatan musuh. Bahkan, sisi benteng kota tidak diperkuatnya dengan menambah pasukan penjaga.
Pada 5 Februari 1258, satu per satu tembok pertahanan Baghdad jebol. Al-Musta’shim lantas menyadari kekeliruannya, tetapi terlambat. Ia berupaya mengirimkan ribuan bangsawan Baghdad untuk meminta kesepakatan damai dengan musuh. Namun, justru mereka dibantai Hulagu Khan.
Sekira lima hari kemudian atau pada 10 Februari 1258, ibu kota Abbasiyah tersebut akhirnya jatuh ke tangan Mongol. Tetapi, Sang Khan menunggu hingga tiga hari lamanya untuk memasuki kota tersebut.
Masa singkat itu digunakannya untuk mengamati kondisi Baghdad seusai kekalahan sang khalifah. Setelah itu, barulah Hulagu Khan mempersilakan pasukannya untuk menghabisi seluruh warga Baghdad. Nyaris tidak ada Muslimin setempat yang lolos dari pembantaian itu. Kaum wanita dilecehkan, hingga anak-anak dibariskan untuk kemudian dibunuh secara brutal. Sejumlah sejarawan menyebut peristiwa itu menelan hingga 800 ribu nyawa. Ada pula yang memperkirakan, sebanyak dua juta orang telah menjadi korban, termasuk di dalamnya ribuan kaum elite Abbasiyah.
Mongol membiarkan Al-Musta’shim selama beberapa hari di penjara. Tujuannya, agar sang khalifah menyaksikan sendiri kehancuran kota yang dibangun para leluhurnya.
Orang-orang Mongol melumat dengan beringas. Khazanah peradaban Islam di Bait al-Hikmah dan berbagai perpustakaan setempat dimusnahkannya. Konon, air Sungai Tigris sampai menghitam karena endapan tinta dari buku-buku yang dibuang pasukan berwatak nomaden itu. Keruhnya sungai tersebut juga disebabkan darah dari korban keganasan Mongol. Termasuk di antara mereka adalah para ulama, filsuf, dan cendekiawan.
“Inilah penghancuran yang direncanakan matang dengan maksud menghancurkan kebanggaan intelektual rakyat Baghdad,” tulis Baez.
Setelah hampir semua warga Baghdad dibunuh, Khalifah Al-Musta’shim dikeluarkan dari kurungan dengan kondisi kelaparan dan kehausan. Selama mendekam di dalam sel, raja Muslim itu memang tidak diberi asupan apa-apa.
Seperti umumnya kepercayaan para pimpinan Mongol, Hulagu pun mengamini bahwa darah seorang pemimpin musuh tidak boleh tumpah ke tanah. Sebab, bumi akan menolaknya sehingga kelak mendatangkan bala bencana bagi orang-orang Mongol.
“Tubuh Sang Khalifah dibungkus dengan karpet dan dipukuli sampai mati karena telah dinubuatkan apabila darah Sang Khalifah menetes ke tanah, bangsa Mongol bakal sengsara,” tulis Baez, dalam buku yang sama.