Ikhbar.com: Rangkaian pesta demokrasi yang akan digelar di Tanah Air masih dibayang-bayangi ketakutan terhadap potensi politik identitas kembali menguat. Politik identitas telah menjadi preseden buruk dalam iklim demokrasi pada dua Pemilu sebelumnya.
Cendekiawan Muslim, Buya Ahmad Syafii Maarif dalam Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Indonesia (2012) menyebut, politik identitas memang cukup lekat dalam pagelaran pesta demokrasi di Indonesia.
“Khususnya di Indonesia, politik identitas lebih terkait dengan etnisitas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang diwakili umumnya oleh para elite politik dengan artikulasinya masing-masing,” tulis Buya Syafii, dikutip pada Ahad, 26 Februari 2023.
Sementara itu, Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto, dalam Politik Identitas dan Kemunduran Demokrasi (2021) memberikan ‘warning‘ terkait hal tersebut.
“Beberapa kasus konflik di Tanah Air memberikan pelajaran berharga potensi destruktif politik identitas terhadap praktik demokrasi yang sehat,” tulis dia.
Maraknya praktik penggunaan politik identitas demi meraih simpati publik bukan semacam peluru hampa. Faktor-faktor yang menjadi katalisator pengerasan identitas telah hidup sejak lama di bawah alam sadar masyarakat.
Dalam A History of Modern Indonesia (2005), sejarawan Australia, Adrian Vickers menyebut selama masa penjajahan Belanda, kebijakan kolonialisme yang diterapkan memainkan peran penting dalam membentuk konsep identitas yang berlaku di Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda mengenalkan klasifikasi etnis dan agama sebagai cara untuk memerintah Indonesia dengan lebih mudah. Hal ini menciptakan pemisahan antara kelompok-kelompok masyarakat berdasarkan agama dan etnis mereka, dan membuat masyarakat Indonesia lebih cenderung mempertahankan identitas mereka yang asli.
“Kebijakan kolonialisme Belanda ini menciptakan ketegangan antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dan mendorong masyarakat untuk mencari dukungan dalam kelompok mereka sendiri, yang pada akhirnya membentuk politik identitas yang penting di Indonesia,” tulis dia.
Perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial pun turut bertanggung jawab atas suburnya politik identitas.
Pemerhati media sosial, Arus Reka Prasetia, dalam Pengaruh Politik Identitas Melalui Media Sosial Terhadap Generasi Milenial dan Pelaksanaan Pemilu (2019) menyatakan bahwa eksploitasi politik identitas masih kerap ditemukan melalui media sosial.
“Hal ini berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial masyarakat, termasuk generasi milenial,” tulis dia.
Dia menambahkan, politik identitas merupakan salah satu perwujudan keliru dari political marketing activity. Munculnya berbagai kasus kekerasan atau diskriminatif, yang dilatarbelakangi disintegrasi sosial masyarakat akibat politik identitas, telah menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pelaksana Pemilu.