Ikhbar.com: Setiap orang tua, terlebih ayah atau ibu dari seorang gadis, pasti menginginkan kebahagiaan masa depan putri kesayangannya.
Tolok ukur kebahagiaan yang paling sederhana adalah jaminan kesejahteraan hidup ketika sudah berumah tangga. Maka, para orang tua lazim mempertimbangkan calon menantunya dari sisi bibit, bebet, dan bobot, termasuk kesiapan dan kemampuan sosok yang hendak melamar putrinya secara finansial.
Pemerhati hukum keluarga Islam, KH Ahmad Alamuddin Yasin bahkan menegaskan, diperbolehkan bagi orang tua untuk menanyakan kepastian dan jaminan kesejahteraan yang akan diberikan kepada sang anak setelah dia menikahinya.
“Karena pada dasarnya prinsip menikah adalah aqdun li ibahatin intifa, atau akad untuk pemenuhan manfaat (hubungan seksual). Maka, memastikan kesanggupan pemenuhan tanggung jawab itu menjadi hal yang bisa dianggap wajar,” kata sosok yang akrab disapa Kang Alam itu, dalam Hiwar Ikhbar bertema “Peta Tanggung Jawab Nafkah dalam Islam” lewat akun Instagram @ikhbarcom, Senin, 20 Maret 2023.
Hanya saja, lanjut Kang Alam, hal itu kadang bertabrakan dengan nilai budaya yang berkembang di Indonesia. “Menanyakan hal itu dianggap kebablasan, bahkan dinilai matre. Padahal, boleh,” kata Kang Alam.
Menurut Kang Alam, perbedaan fikih dan tradisi masyarakat Indonesia itu juga dijumpai dalam hal tanggung jawab setelah berumah tangga.
“Kalau di Indonesia, tanggung jawab urusan domestik seperti memasak, mencuci, dan sejenisnya adalah urusan istri. Padahal dalam fikih, itu adalah tanggung jawab suami,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Buntet Cirebon, Jawa Barat tersebut.