Oleh: KH Ahmad Zuhri Adnan, M. Pd (Pengasuh PP Ketitang Cirebon)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الًّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَ نَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ مَنْ يُنْكِرْهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا. وَ صَلَّ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَنْ اِتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْجَزَا. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ. وقَالَ أَيْضاً إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt, berkat rahmat serta hidayah-Nya kita semua dapat berkumpul di tempat yang mulia, tentu saja dalam keadaan sehat walafiat serta dalam kemantapan iman dan Islam. Tidak lupa pula, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt dengan menjalankan segala perintah-perintahnya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Hadirin jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Selain ibadah haji, hal penting yang tidak bisa lepas dari Hari Raya Iduladha adalah ibadah kurban. Kendatipun sejarah kurban sudah berlangsung sejak generasi pertama umat manusia, namun syariat ibadah kurban dimulai dari kisah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail as. Berkat ketaatan dan ketabahan Nabi Ibrahim akhirnya lulus dari ujian Allah SWT dengan diselamatkannya adegan penyembelihannya. Sebagimana termaktub dalam surat Ashaffat 106-111:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”
Baca: Hukum Kurban dengan Hewan Sisa Jualan
Dari kisah Nabi Ibrahim as juga Allah mensyariatkan perintah berkurban yaitu pada surat QS. Al-Hajj ayat 34:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira pada orang-orang yang tunduk (patuh) pada Allah.”
Esensi berkurban bukanlah sebatas menyembelih hewan kurban tetapi refleksi dan nilai kedermwanan dan empati terhadap sesama. Jika pada Idulfitri ada instrument berbagi berupa zakat fitrah maka pada Iduladha ada perintah bekurban dengan harapan dapat melatih kepekaan dan berbagi kebahagiaan terhadap sesama. Bahkan Rasullah mengancam kepada orang yang mampu tapi tidak berkurban.
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad dan Ibn Majah).
Allahu Akbar 3x Walillahilhamd
Hadirin jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Dalam konteks sosial, kurban merupakan manivestasi nilai kemanusiaan dan rela berkorban. Sementara dalam konteks syariah, kurban bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan manifestasi keimanan seorang hamba, yaitu melepaskan kecintaan duniawi demi meraih takwa. Bahkan lebih dari itu Ibadah kurban merupakan wujud kesempurnaan iman terhadap Allah Swt.
Maka terkait kapasitas iman ini, tidak semua orang yang lapang kemudian dapat dengan ikhlas berkurban, akan tetapi terkadang seorang muslim yang tidak memiliki apa-apa namun melakukan semangat ingin dan melakukan ibadah kurban, maka Allah akan membalasnya dengan karunia yang lebih besar. Hal inilah yang menjadi esensi berkurban, yakni sebagai simbol keimanan dan spirit persiapan bekal untuk menghadap Allah Swt berupa melepaskan kecintaan duniawi demi meraih takwa.
Hadirin jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Dalam hal keimanan, Nabi Ibrahim as adalah sosok yang sangat patut dijadikan teladan. Kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah tidak berkurang walaupun harus dibuktikan dengan mengorbankan anak yang dicintainya. Secara logika siapa pun akan menolak realitas yang sungguh bertentangan dengan kemanusiaan. Secara naluri Nabi Ibrahim tak sanggup untuk menyembelih putra kesayangannya, namun karena persoalan iman nabi Ibrahim menjalankan perintah Allah dengan ketaatan yang sempurna.
Baca: Tips Menyimpan Daging Kurban agar Lebih Awet
Contoh kedua adalah keteguhan iman Abu Bakar Ashidiq ketika menerima dan mempercayai isra mikraj Rasulullah Saw. Betapa tidak, Isra mikraj adalah peristiwa di luar nalar. Perjalanan dari makkah menuju Masjidil Aqsha Palestina yang secara normal memerlukan waktu 3 bulan menunggang unta tapi dilakukan oleh Rasulullah hanya sekejap saja. Perjalanan ke Sidiratul Muntaha menempuh tata cosmos yang maha luas, bahkan malaikat Jibril hanya dapat mengantar Rasulullah sampai mustawa sebab kata jibril untuk menuju hadirat Allah butuh waktu 60.000 tahun. Sebegitu jauhnya jarak tapi hanya ditempuh satu malam saja. Logika Abu Bakar menolak Isra Mikraj tapi Abu Bakar menerima karena persoalan iman. Kata Abu Bakar مادامَ قالَ رسولُ اللهِ قَد صَدَقَ
Umar bin Khattab tawaf bersama Rasulullah. Ketika Rasulullah mencium hajar aswad, Umar berkomentar “Kenapa batu dicium, bukannya batu itu tidak ada manfaat dan juga tidak mendatangkan bahaya?”. Kata Rasulullah hai umar اَتُؤِْمنُ باالله
Ya saya iman, kata umar. (jika kamu cinta dan iman kepada Allah maka ikutilah aku. Lalu Umar mencium hajar aswad sambil berkomentar “ (seandainya aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Rasulullah mencium hajar aswad maka aku tidak akan menciumnya). Logika dan nalar Umar bin Khatab tidak menerima, tapi Umar mencium hajar aswad karena persoalan iman.
Contoh keimanan keempat, sahabat Rasulullah adalah Utsman bin Affan. Suatu hari kapal induk Utsman bin Affan merapat di dermaga. Kapal memuat harta niaga komoditas pangan. Dagangan Utsman yang dikeluarkan dari kapal diangkut oleh 1000 unta. Jika dikonversi satu isi kontainer diangkut oleh 25 unta maka harta kekayaan Utsman saat itu adalah 25 kontainer. Namun kemudian Utsman menginfakkan semuanya untuk kepentingan Islam dan kemaslahatan orang banyak. Pekerti Utsman seperti ini adalah persoalan iman bukan logika ataupun nalar.
Yang terakhir Ali bin Abi Thalib siap menggantikan Rasulullah tidur di ranjang beliau ketika hendak hijrah padahal risikonya adalah ancaman nyawa bagi Ali. Tapi Ali siap dan menerima karena persoalan iman.
Dalam hadis Rasulullah bersabda:
مَالِيْ وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟ إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.”
Baca: Nasib Sapi Kurban Hasil Patungan di Akhirat
Dan dalam QS. At–Thalaq: 2-3 Allah menjanjikan kemudahan atas orang yang bertaqwa
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا – وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“…dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah (dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya), niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkannya) (2) Serta memberinya rezeki dari jalan yang tidak diduga-duga (terlintas di hatinya).
Hadirin jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Demikianlah kita pun harus meneladani keimanan Nabiullah Ibrahim dan para sahabat Rasulullah dalam mengedepankan spirit iman dalam beribadah. Pun demikian kita harus memahami dan menghayati bahwa esensi berkurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Hewan ang kita kurbankan sebagai spirit melepaskan kecintaan duniawi demi meraih nilai taqwa yang paripurna.
Allahu Akbar 3x Walillahilhamd
Hadirin jemaah Salat Iduladha Rahimakumulluh
Demikianlah khotbah ini. Semoga kita semua senantiasa menjadi orang yang mampu meningkatkan keimanan kita demi meraih takwa kepada Allah dan senantiasa dianugerahi hati yang tulus ikhlas dalam memberi dan rela berkorban. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ , وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khotbah II