Doa agar Anak Tetap Rajin selama Libur Sekolah

Orang tua bisa menjadikan doa ini sebagai ikhtiar spiritual untuk memohon keberkahan aktivitas anak-anak di masa libur.
Ilustrasi orang tua dan anak sedang berdoa. Olah Digital oleh IKHBAR

Ikhbar.com: Libur sekolah menjadi momen yang paling dinanti anak-anak guna melepas penat setelah bergelut dengan tugas dan ujian. Oleh karenanya, tak jarang, masa liburan justru dijadikan ajang bermalas-malasan, bangun tidur siang, dan menjalani hari tanpa arah. Padahal, meski di hari libur, semangat dan produktivitas tidak seharusnya ikut luntur.

Salah satu cara agar semangat tetap terjaga dan tidak terjebak dalam kemalasan adalah dengan memperkuat dimensi spiritual, salah satunya melalui doa.

Rasulullah Muhammad Saw telah mengajarkan sebuah doa penting yang bisa menjadi pegangan, terutama saat merasa kehilangan motivasi:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ

Allāhumma innī a’ūżu bika minal-‘ajzi wal-kasal(i).

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca: Post Holiday Blues ‘Penyakit’ pasca-Libur Lebaran, Ini Obatnya dari Al-Qur’an

Beda ‘ajz dan kasal

Menariknya, dalam doa ini Nabi Saw menyebut dua istilah secara bersamaan: العجز (ʿajz) dan الكسل (kasal). Sekilas, keduanya sama-sama mengarah pada keadaan tidak mampu bertindak. Namun, dalam khazanah keilmuan Islam, kedua istilah ini memiliki makna dan implikasi yang berbeda secara signifikan.

ʿAjz menggambarkan kondisi ketidakmampuan yang nyata, sebuah keadaan ketika seseorang memang tidak punya daya atau kapasitas untuk melakukan sesuatu. Ibnu Manzhur dalam Lisan Al-ʿArab menjelaskan bahwa ʿajz adalah lawan dari hazm (keteguhan), yakni ketiadaan kemampuan secara objektif.

Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw:

كلُّ شيءٍ بِقَدَرٍ، حتى العَجْزِ والكَيْسِ

“Segala sesuatu telah ditakdirkan, bahkan ketidakmampuan dan kecerdikan sekalipun.” (HR. Muslim)

Akan tetapi, sebagian ulama menafsirkan ʿajz dalam hadis ini tidak sebatas ketidakmampuan fisik. Menurut mereka, ʿajz juga bisa bermakna kelemahan spiritual, seperti sikap taswif (suka menunda-nunda) dan menyerah sebelum berusaha. Artinya, ʿajz bisa muncul dari dalam jiwa, bukan hanya dari luar diri.

Sebaliknya, kasal merujuk pada kemalasan yang timbul meski seseorang sejatinya memiliki kekuatan untuk bertindak. Dalam Lisan al-ʿArab, dijelaskan bahwa:

الكَسَلُ: التَّثاقُلُ عن الشيء وخِفَّةُ النَّشاطِ له

“Kasal adalah rasa berat untuk melakukan sesuatu dan kehilangan semangat terhadapnya.”

Berbeda dari ʿajz yang berkaitan dengan kapasitas, kasal adalah soal niat dan gairah batin. Oleh sebab itu, Rasulullah Saw secara khusus memohon perlindungan dari kedua hal ini, yakni dari ketidakmampuan yang mungkin tidak dapat dikontrol, dan dari kemalasan yang bisa dilawan dengan usaha.

Pembedaan ini penting, karena dalam kehidupan sehari-hari, seseorang sering bingung membedakan antara tidak mampu dan tidak mau. Islam pun mendorong setiap Muslim untuk mengenali keduanya agar tidak terjebak dalam pembenaran-pembenaran semu atas kemalasan.

Dalam syair klasik Arab, kemalasan bahkan digambarkan secara metaforis sebagai lawan dari semangat juang seekor kuda jantan:

قَدْ زَادَ لَا يَسْتَكْسِلُ الْمَكَاسِلَا

“Ia semakin bersemangat, tidak bermalas-malasan seperti para pemalas.”

Syair ini mengisyaratkan bahwa kasal adalah kondisi yang dapat ditaklukkan dengan tekad, semangat, dan kebiasaan positif. Di sinilah doa memegang peran penting sebagai penjaga spiritual agar seorang Muslim tetap rajin dan berenergi, meski sedang dalam suasana santai.

Baca: Doa ketika Hasil tak Sesuai Harapan

Doa orang tua untuk anaknya memiliki keutamaan yang sangat besar. Doa merupakan sarana spiritual yang kuat untuk memohon agar anak tumbuh menjadi pribadi yang rajin, disiplin, dan produktif.

Rasulullah Saw pernah menyatakan bahwa doa orang tua termasuk di antara doa-doa yang mustajab.

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لَا شَكٍّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

“Tiga doa yang kemustajabannya tidak diragukan: doa dari orang yang teraniaya, doanya orang yang sedang dalam perjalanan, dan doa orang tua terhadap anaknya.” (HR Ibnu Majah)

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh doa orang tua dalam membentuk karakter dan masa depan anak. Orang tua dianjurkan untuk secara aktif mendoakan agar anak-anak tidak terjebak dalam kebiasaan malas, terutama saat masa liburan.

Dalam hal ini, doa Nabi Ibrahim As menjadi sangat relevan:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Rabbi-j’alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min żurriyyatī, rabbanā wa taqabbal du’ā’.

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan sebagian anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)

Doa ini bukan hanya soal salat dalam arti sempit, melainkan juga tentang membentuk kebiasaan disiplin, konsistensi, dan keterhubungan spiritual yang terus dijaga, termasuk selama masa liburan.

Orang tua bisa menjadikan doa ini sebagai ikhtiar spiritual untuk memohon keberkahan aktivitas anak-anak di masa libur agar tetap produktif meski tak sedang belajar formal.

Libur sekolah bukan berarti waktunya memadamkan semangat kebaikan. Doa dapat menjadi bahan bakar spiritual yang dinyalakan setiap hari, agar tidak terperosok dalam kemalasan.

Peran orang tua menjadi penting untuk membimbing dan mendoakan anak-anak sebagai rutinitas. Tak sekadar dibaca, tapi dipahami maknanya, dihayati tujuannya, dan diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.