Ikhbar.com: Pemerintah Hongkong baru saja mengeluarkan kebijakan larangan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) setempat untuk menggunakan sejumlah aplikasi, seperti WhatsApp, WeChat, hingga Google Drive.
“Larangan itu berlaku bagi sebagian besar PNS Hongkong. Alasannya terkait adanya potensi risiko keamanan,” tulis laporan AP dikutip pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Meski demikian, bukan berarti mereka sama sekali dilarang. Para PNS masih boleh menggunakan layanan tersebut, tetapi dengan syarat dari perangkat pribadi dan mendapat persetujuan dari pimpinan.
Baca: AI adalah Masa Depan Dakwah Digital yang Efektif dan Personal
Sekretaris Inovasi, Teknologi, dan Industri Hongkong, Sun Dong menjelaskan bahwa aturan tersebut diterapkan guna mengurangi potensi peretasan.
“Selama ini peretasan menjadi masalah yang serius di Hongkong. Untuk itu, kami menerapkan kebijakan tersebut,” kata Sun Dong dikutip dari AP pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Ia menilai bahwa aturan tersebut sudah diterapkan oleh beberapa negara besar lainnya, seperti Amerika Serikat (AS) dan China.
“Kedua negara tersebut sudah lebih dulu menerapkan larangan sejumlah aplikasi yang serupa. Mereka telah melakukan langkah pengamanan yang ketat pada perangkat internalnya,” katanya.
Presiden kehormatan Federasi Teknologi Informasi Hong Kong (Setara Menteri Komunikasi dan Digital/Menkomdigi di Indonesia), Francis Fong menegaskan bahwa pihaknya sepakat dengan aturan tersebut.
“Kami berharap dengan kebijakan itu bisa mengurangi risiko keamanan dan mengatasi masalah pelanggaran data,” ucapnya.
Hal serupa juga disampaikan Direktur VX Research Limited, Anthony Lai. Menurutnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hong Kong itu sudah sangat tepat.
“Selama ini kami menilai masih banyak pegawai yang memiliki kesadaran akan keamanan siber yang rendah. Selain itu, pemerintah sebelumnya masih kurang dalam sistem pemantauan internal yang komprehensif kepada mereka,” tuturnya.
Sebelumnya, Hongkong sempat mengalami kejadian pelanggaran data yang cukup masif pada awal tahun ini. Akibatnya, kejadian tersebut membahayakan data puluhan ribu orang serta memicu kekhawatiran.