Ikhbar.com: Pendeta Gereja Lutheran Injili Natal di Betlehem, Munther Isaac mendesak para koleganya di seluruh dunia untuk bersama menentang penindasan terhadap rakyat Palestina oleh tentara Israel. Ia menegaskan, barang siapa yang diam atas genosida di Gaza, berarti mereka setuju dengan penindasan rezim Zionis.
Ia menyayangkan sikap para pemimpin politik dan gereja yang justru membisu melihat genosida di Gaza.
“Satu demi satu, memberikan lampu hijau bagi genosida ini, memberinya kedok pembelaan diri, bahkan tidak dapat memaksa diri untuk mengutuk kejahatan perang yang jelas dilakukan oleh Israel,” ujar Isaac dikutip dari tayangan YouTube Democracy Now! pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Baca: 250 Ribu Warga Palestina Diusir Israel dari Gaza
“Teman-teman, genosida telah menjadi hal yang biasa. Dan sebagai orang-orang beriman, jika kita benar-benar mengaku mengikuti juru selamat yang disalibkan, kita tidak akan pernah bisa menerima ini,” imbuhnya.
Isaac menegaskan, publik Internasional tidak boleh menerima normalisasi genosida di Gaza, Palestina. Sebab di sana banyak anak-anak dan perempuan yang mengalami kelaparan.
“Kita tidak boleh menerima anak-anak yang meninggal karena kelaparan, itu bencana buatan manusia yang diciptakan Zionis Israel,” katanya.
Ia mengatakan, jangan sampai genosida yang nyaris setahun berlangsung di Gaza ini dinormalisasi oleh masyarakat dunia. Sebelumnya hal serupa juga pernah terjadi di Afrika Selatan yang seakan menormalisasi perbudakan serta sistem kasta atau apartheid.
Selain itu, Isaac juga mengutuk para pemimpin negara-negara adidaya yang seakan mengambil keuntungan dari pembantaian di Gaza. Menurutnya, sikap tersebut layaknya kolonialisme di zaman modern.
“Mereka menciptakan narasi untuk menormalkan genosida. Mereka memiliki teologi untuk itu. Genosida telah dinormalisasi. Ini adalah rasisme yang terburuk.
Dalam pidatonya yang diunggah pada 14 Agustus ini merujuk situasi Amerika Serikat (AS), ia menyatakan bahwa tindakan membiarkan AS terus mendanai genosida dan memberikan perlindungan politik terkait perang di Gaza memerlukan tindakan penanggulangan yang lebih proaktif.
“Jadi saya di sini untuk berbicara dengan para pemimpin agama, khususnya para pemimpin gereja. (Yaitu) komunitas saya sendiri, untuk menyaring suara karena 10 bulan telah berlalu sejak pecahnya perang ini dan kami bosan dengan seruan perdamaian yang kosong, kami bosan dengan pembicaraan yang sama,” ujarnya.
Menurut dia, sudah saatnya suara para pemuka agama harus didengar. Hal itu mengingat pihaknya yang mayoritas menilai berada di negara yang mendanai genosida.
“Jadi kalau diam saja, padahal tahu uangmu dibelanjakan berarti setuju, maka itu sudah cukup. Saya berharap semakin banyak pemimpin agama, pendeta, teolog, pendeta yang bersuara agar tragedi di Gaza ini dihentikan,” kata Isaac.
Amy Goodman, sosok yang mewawancarai Isaac dalam tayangan video tersebut juga meminta para pendeta untuk mengomentari Kristen Evangelis Zionis yang dianggap memberikan perlindungan dan kekuasaan kepada penjajah Israel.
“Nah, Zionis Kristen adalah umat Kristiani yang mendorong visi Zionisme dengan membawa orang-orang Yahudi ke Palestina,” kata Isaac.
Menurutnya, umat Kristen mulai memimpikan konsep membawa orang Yahudi ke Palestina jauh sebelum (keberadaan) gerakan Zionis modern.
“Dan idenya adalah bahwa suatu hari orang-orang Yahudi akan dipulihkan menggunakan istilah teologis yang sebenarnya berarti (mereka akan) memeluk agama Kristen dan menerima Yesus sebagai Mesias dan agar (insiden) itu terjadi, mereka harus berada di Palestina, yaitu di Tanah Suci Palestina,” tambahnya lagi.
Ia menilai, banyak orang Kristen kemudian berkata bahwa jika kedatangan Yesus yang kedua kali akan terjadi. Maka situasi ini harus terjadi terlebih dahulu.
“Jadi mereka mengaitkannya dengan kedatangan Yesus yang kedua kali. Dan saat ini gerakan ini telah berkembang pesat menjadi kekuatan politik. Memberi jutaan dolar dan banyak terlibat dalam lobi politik atas nama Israel. Kita punya banyak anggota kongres, laki-laki dan perempuan, yang benar-benar mengucapkan kalimat Zionis Kristen seperti ‘Anda harus memberkati Israel, Israel dipilih oleh Tuhan.’ Itu adalah perintah Kristen untuk mendukung Israel,” katanya.
Dalam menjelaskan tindakan kejam Zionisme terhadap masyarakat asal Palestina, Isaac juga menegaskan agar tidak seorang pun boleh diam ketika Zionis menggunakan Alkitab (Injil) sebagai senjata untuk membenarkan genosida. Sehingga mereka mempertanyakan kemana perginya konsep cinta dan keadilan dalam melakukan kekejaman.
“Jadi ini adalah kekuatan politik yang sangat kuat dan kembali ke apa yang saya katakan tadi, kita tidak bisa diam ketika Alkitab digunakan sebagai senjata saat ini untuk melanjutkan genosida dengan cara yang sama, karena ketika kita melihat Zionisme dan Zionisme Kristen. Faktanya mereka telah berkontribusi pada Nakba 1948, dalam pembersihan etnis rakyat Palestina, ratusan ribu pengungsi (Palestina), (karena) Israel tidak diciptakan di tanah kosong,” jelas dia.
Sebagai seorang pendeta, Isaac mempertanyakan di mana konsep perdamaian dan cinta serta keadilan dan belas kasihan dalam semua pembantaian ini.
“Sangat mengejutkan bagi kami bahwa banyak orang Kristen tidak melihat sisi kemanusiaan dari orang-orang Palestina karena teologi (Zionis) ini,” tandasnya.