Ikhbar.com: Ahli Geografi Arab Abad Pertengahan, Syamsudin Al-Maqsidi menggambarkan wilayah Hijaz atau Arab Saudi sebagai daerah yang panas, menyesakkan, diselimuti angin yang mematikan, dan tempat terbentuknya “awan” dari kerumunan lalat.
Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa wilayah tujuan berhaji itu bersuhu panas sejak masa lampau.
“Sekarang suhunya lebih dari 40°C [104°F], tetapi, tentu saja, itu tidak secara otomatis disebabkan oleh perubahan iklim, karena ini adalah gurun,” kata seorang profesor di Max Planck Institute for the Advancement of Science, Jos Lelieveld, dikutip dari Time, Ahad, 2 Juli 2023.
Ia menambahkan, dari pengukuran-pengukuran meteorologi dan studi pemodelan menunjukkan, keadaan menjadi sangat panas umum terjadi di wilayah Timur Tengah, terutama di daerah Teluk.
“Bahkan suhu musim dingin di Makkah jarang turun di bawah 20°C (38°F),” imbuh dia.
Ketika ada keramaian, konsentrasi tubuh manusia membuatnya lebih sulit untuk menghilangkan panas. Dari Juli hingga Oktober, udara panas dan lembab menyebabkan kondisi “bola basah”, yakni sebuah kombinasi antara suhu udara kering dan kelembapan yang dapat mempersulit tubuh untuk menjadi dingin.
Baca: 68 Ribu Ton Sampah Dihasilkan Selama Dua Pekan Musim Haji
Suhu bola basah telah meningkat rata-rata hampir 2°C (3,6°F) selama tiga dekade terakhir, menurut Yale Climate Connections, organisasi nirlaba multimedia yang berfokus pada perubahan iklim.
Suhu di Timur Tengah menghangat dua kali lebih cepat dari belahan dunia lainnya, yang berarti semakin panas dibandingkan ketika Nabi Muhammad pertama kali meresmikan haji pada abad ke-7.
Bagi banyak orang di dunia, perubahan iklim masih merupakan konsep yang relatif abstrak tergantung di mana mereka tinggal. Namun, untuk Timur Tengah, dan khususnya, area di sekitar Teluk, itu sudah terjadi.