Ikhbar.com: Harga pangan dan bahan pokok yang terus terkerek beberapa bulan terakhir membuat sumbangan untuk maidat al rahman menjadi berkurang, bahkan tersendat. Maidat al rahman atau yang kerap diterjemahkan “meja kasih sayang” merupakan tradisi khas rakyat Mesir yang biasa dijumpai selama Ramadan.
Sejak dulu, warga Mesir terbiasa menata makanan di atas meja panjang berbalut kain motif warna-warni di tepi jalan sebelum matahari terbenam. Aneka hidangan dari kurma, roti, dan sejumlah makanan lain lengkap dengan minumannya tersebut dihidangkan secara gratis untuk berbuka puasa bagi masyarakat kurang mampu.
“Ada banyak dermawan di Mesir. Namun, tingginya harga makanan kini turut menghambat sumbangan dari mereka,” kata seorang juru masak yang biasa terlibat dalam maidat al-rahman, Kamal Khairy, sebagaimana dikutip dari Arab News, Jumat, 1 Maret 2024.
Baca: Ramadan di Mesir, Meresapi Angin Toleransi Bersemilir
Menurut Khairy, satu kilogram (kg) daging sekarang dibanderol 450 pound Mesir (setara Rp228.560), sedangkan beras dijual 40 pound Mesir atau setara Rp20.321/kg.
“Bahkan, harga sayuran telah naik ke tingkat yang tidak masuk akal,” kata Khairy.
“Biasanya, saya diminta untuk memasak di tiga meja sekaligus di setiap meja per harinya, sesuai permintaan dermawan yang berbeda. Tetapi, untuk tahun ini, bahkan belum ada satu pun yang mengontak saya,” sambung dia.
Seorang petugas parkir di Jalan Hoda Shaarawi, Kairo, Ahmed yang mengaku sebagai penerima manfaat maidat al rahman cukup khawatir dengan kondisi ekonomi pada Ramadan tahun ini.
“Saya biasanya duduk di meja bersama orang-orang dari berbagai latar belakang sosial, seperti para kurir, asisten rumah tangga, pelaku wajib militer, dan musafir. Setiap meja bisa menampung 500 orang. Namun, untuk tahun ini, menyediakan makanan untuk 50 orang pun akan sangat terasa berat,” katanya.
Ahmed mengatakan, krisis ekonomi di Mesir telah berdampak ke seluruh lapisan masyarakat. Meski begitu, ia berharap agar hal itu tidak memengaruhi tradisi maidat al rahman.
“Saya berdoa agar krisis di Mesir bisa segera diatasi,” katanya.
Baca: 5 Kebiasaan yang Perlu Dimulai sebelum Ramadan
Mesir yang dikenal sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Afrika Utara itu sedang dituntut untuk mengembalikan utang mata uang asing senilai 100 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dalam lima tahun ke depan.
Saat ini, Mesir telah membelanjakan lebih dari 40% pendapatannya untuk bunga utang yang pada tahun fiskal 2023/2024 membutuhkan pendanaan sebesar 24 miliar dolar AS.
Mesir mempunyai program bersama Lembaga Dana Moneter Dunia (IMF) senilai 3 miliar dolar AS dan sudah mendevaluasi mata uangnya, yakni pound Mesir sampai sekitar 50% sejak Februari 2022. Namun, rencana privatisasi senilai 2 miliar dolar AS berjalan lamban. Mesir juga menunda penghapusan subsidi listrik.