Ikhbar.com: Jutaan unit rumah di Jepang mengalami kerusakan dan terbengkalai karena ditinggalkan para pemiliknya selama beberapa tahun terakhir. Fenomena ini terjadi seiring dengan menyusutnya populasi di Negeri Sakura itu, yang kini lebih didominasi warga lanjut usia (lansia).
Rumah-rumah tersebut tampak menua mengikuti pemilik mereka yang semakin berumur. Banyak dari unit bangunan itu ditinggalkan karena pemiliknya meninggal dunia atau pindah ke panti jompo.
Orang-orang Jepang menyebut fenomena ini disebut sebagai “akiya.” Dalam bahasa mereka, “akiya” berarti rumah kosong.
Mengutip laporan The Japan Times, pada Jumat, 27 September 2024, jumlah akiya di Jepang saat ini telah mencapai sekitar 10 juta unit. Rumah-rumah ini telah lama ditinggalkan sehingga dianggap tak bisa lagi disewakan maupun dijual dengan harga layak.
Baca: Warga Jepang Workaholic Parah! Ajakan Pemerintah Kurangi Jam Kerja Jadi 4 Hari Seminggu Sepi Peminat
Kendati begitu, para pebisnis Jepang tak hilang akal. Akiya-akiya itu dijual dengan harga kompetitif alias sangat murah.
Beberapa akiya hanya dibanderol sekitar 10.000 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp151 juta per unit.
Bahkan, ada yang mengiklankan dengan harga 1 dolar AS atau Rp15 ribu. Tentu, harga tersebut sangat menggiurkan bagi kalangan kelas bawah dan menengah.
Sejumlah orang pun mulai menyerbu akiya-akiya Jepang karena harganya begitu ramah kantong. Sejalan dengan itu, situs-situs web terkait akiya juga bermunculan, memberikan kemudahan bagi para pemburu akiya untuk mendapatkan informasi baik soal harga, lokasi, hingga informasi kontak.
Namun, yang tak disadari oleh sebagian besar pemburu akiya yakni biaya tinggi yang menghantui.
Dengan membeli akiya, ongkos mobilitas seseorang dari rumah ke kantor akan sangat mahal. Belum lagi biaya untuk merenovasinya.
Akiya yang sangat murah tentu sudah sangat tua. Saking tuanya, memoles bangunan saja tak cukup, struktur bangunan juga perlu dibangun ulang.
Biaya untuk retrofit guna membuat struktur tahan gempa sangat diperlukan bagi rumah di Jepang yang rawan gempa. Perawatan rayap dan jamur, penggantian lantai dan wallpaper, serta perbaikan atap dan dinding eksterior nyatanya juga membuat para pembeli harus merogoh kocek lebih dalam.
Kamar mandi dan dapur juga biasanya harus diperbarui, bahkan kadang dibangun ulang. Jangan lupakan biaya penyusunan ulang kabel serta pipa yang begitu mahal.
Baca: Survei: 80 Persen Warga Jepang Yakin Penurunan Kelahiran Anak akan Berdampak
Pemilik situs akiyaz.io, Matthew Ketchum menyebut pembeli akiya kurang lebih harus mengeluarkan uang sebesar 5-10 juta yen Jepang (Rp523 juta-Rp1 miliar) untuk melakukan renovasi.
Karena masalah biaya ini, banyak pembeli akiya akhirnya terpaksa ‘kembali’ menelantarkan rumah yang mereka beli atau bahkan tak jadi bertransaksi setelah mengetahui fakta-fakta tersebut. Meski begitu, pemburu akiya tetap ada, biasanya mereka yang kaya yang memang mencari rumah nyaman di lingkungan yang tenang.
Pembeli akiya juga banyak berasal dari luar negeri.