Ikhbar.com: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa bayi sangat rentan mengalami stunting saat perpindahan dari ASI eksklusif ke Makanan Pendamping ASI (MPASI).
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Bina Pelayanan Keluarga Berencana (KB) wilayah khusus Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Fajar Firdawati saat diskusi daring di Jakarta pada Selasa, 12 Maret 2024.
“Prevalensi stunting berdasarkan kelompok umur yang paling rentan mengalami stunting adalah pada saat perpindahan ASI eksklusif dengan MPASI,” ujar dr. Firdawati.
Ia menegaskan bahwa pencegahan Stunting merupakan tugas bersama. Untuk itu, dr. Firdawati mengimbau masyarakat untuk memastikan ASI eksklusif bisa terpenuhi dengan baik.
Baca: Ini Bahaya Makanan Cepat Saji bagi Ibu Hamil
“Selain itu, nutrisi yang diberikan baik pada ibu hamil atau saat bayi MPASI dipastikan mengandung protein dan gizi yang cukup,” katanya.
Ia menegaskan, gizi pada ibu hamil sangat penting untuk terpenuhi. Pasalnya, perkembangan saraf bayi dimulai dari tiga minggu embrio.
“Utamanya protein yang cukup, supaya pembentukan organ-organ yang ada di dalam tubuh janin bisa lebih optimal,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, dr. Firdawati juga menekankan pentingnya pemahaman dan pemenuhan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau usia 0-2 tahun.
“1.000 HPK sangat menentukan karena 80 persen kecerdasan anak terbentuk di masa itu,” ucapnya.
Ia juga mengemukakan prakonsepsi (pra-pembuahan) juga masa yang penting bagi calon ibu. Sehingga menurutnya penting melakukan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin laki-laki maupun perempuan.
“Menjadi ibu yang kurang gizi juga berisiko terhadap stunting atau juga kondisi di mana lingkungan dengan sanitasi yang kurang memadai juga berisiko terhadap stunting, jadi sebaiknya tiga bulan sebelum menikah diharapkan sudah melakukan pemeriksaan kesehatan,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa anak yang pendek belum tentu stunting, tetapi stunting pasti pendek.
“Penyebabnya (stunting) itu malnutrisi, gizi tidak seimbang dalam 1.000 HPK, itulah penyebab stunting. Kita juga mengenal gangguan metabolisme atau hormon, kerdil, atau dwarfisme, itu tidak dikategorikan sebagai stunting, jadi stunting ini memang karena gangguan gizi yang cukup lama,” paparnya.
dr. Firdawati mengingatkan Presiden Joko Widodo terkait visi Generasi Emas Indonesia 2045 yang ditandai dengan SDM unggul, Indonesia Maju. Karenanya, ngka stunting yang masih tinggi menjadi tantangan yang cukup berat untuk mewujudkan itu semua.
Sehingga menurutnya, perlu ditetapkan target penurunan stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
“Variasi angka stunting dari tiap provinsi memang bermacam-macam, tetapi kalau dibandingkan dari tahun 2021, kita telah menurunkan angka stunting dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen pada tahun 2022, untuk mencapai 14 persen, stunting harus turun 3,8 persen tiap tahun (2023-2024),” tandasnya.