Ikhbar.com: Ramadan merupakan bulan yang dinanti bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai bulan ibadah, Bulan Suci ini juga menjadi momentum untuk memperkuat hubungan dengan Allah Swt, meningkatkan kesabaran, serta memperbaiki diri secara spiritual dan emosional.
Menyambut Ramadan tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik, tetapi juga mental yang kuat. Persiapan mental yang baik dinilai bisa membantu seseorang menjalani ibadah dengan lebih khusyuk, penuh kesabaran, dan menikmati setiap momen di bulan penuh berkah ini.
Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga mengendalikan emosi, meningkatkan keikhlasan, serta memperkuat hubungan sosial. Tanpa kesiapan mental yang matang, tantangan seperti kelelahan, perubahan pola tidur, dan tekanan sosial bisa mengganggu kualitas ibadah.
Oleh karena itu, membangun pola pikir positif, memperkuat niat, dan melatih kesabaran sejak sebelum Ramadan adalah langkah penting agar bulan suci ini benar-benar menjadi momen transformasi spiritual dan emosional yang maksimal.
Berikut Ikhbar.com sajikan 5 kiat persiapan mental sambut Ramadan:
Baca: Hilal Ramadan dan Peran Sains dalam Ritual Keagamaan Islam
1. Membangun niat dan motivasi yang kuat
Persiapan mental dalam menyambut Ramadan dimulai dengan membangun niat yang tulus. Dalam Islam, niat memiliki peran penting dalam menentukan kualitas ibadah. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dengan niat yang ikhlas, seorang Muslim berpotensi menjalani Ramadan dengan penuh semangat, bukan sekadar rutinitas, tetapi sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Swt.
2. Melatih kesabaran dan mengendalikan emosi
Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga mengendalikan emosi dan hawa nafsu. Sebuah studi di Journal of Religion and Health bertajuk Fasting and Self-Control: A Psychological Perspective (2020) menyebutkan bahwa puasa dapat meningkatkan kontrol diri dan mengurangi stres karena adanya pembatasan terhadap dorongan emosional.
Sebelum Ramadan tiba, ada baiknya mulai melatih diri dengan mengurangi kebiasaan mudah marah, memperbanyak istighfar, dan meningkatkan ketahanan dalam menghadapi tantangan hidup.
Prinsip ini selaras dengan Sabda Nabi Saw yang tercantum dalam Shahih Bukhari berikut:
حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صم قال: الصيام جنة فلا يرفث ولا يجهل. وإن امرؤ قاتله أو شاتمه فليقل: إني صائم- مرتين- والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك، يترك طعامه وشرابه وشهوته من أجلي، الصيام لي وأنا أجزي به، والحسنة بعشر أمثالها
“Menceritakan kepadaku Abdullah bin Maslamah, dari Malik dari Abiz Zinad dari Al-A’raj dari Abi Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, ‘Puasa merupakan perisai, janganlah kalian berucap kotor dan janganlah melakukan hal yang bodoh. Jika ada seseorang yang mengajak berkelahi atau mencaci maka hendaklah mengucapkan, ‘Saya sedang berpuasa’ –dua kali-. Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kasturi. Ia meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena-Ku. Puasa milik-Ku dan Aku akan membalasnya. Satu kebaikan bernilai 10 kali lipatannya.”
3. Menyiapkan pola pikir positif
Pikiran yang positif dinilai mempunyai pengaruh terhadap kualitas ibadah selama Ramadan. Menjalani bulan suci ini dengan sikap optimistis dan penuh harapan akan membuat setiap tantangan terasa lebih ringan.
Sebuah penelitian dari Harvard Medical School berjudul The Power of Positive Thinking (2016) menyimpulkan, berpikir positif dapat meningkatkan kesejahteraan emosional dan menurunkan risiko depresi.
Maka, jelang Ramadan ini, umat Muslim dirasa penting untuk mengubah cara pandang terhadap ibadah. Jangan melihat puasa sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk meningkatkan ketakwaan.
4. Meningkatkan kualitas hubungan sosial
Persiapan mental juga mencakup memperbaiki hubungan dengan sesama. Pasalnya, Ramadan merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan solidaritas sosial, memaafkan kesalahan orang lain, dan memperbanyak amal baik.
Studi dari American Psychological Association yang berjudul Social Connections and Mental Health (2019) menunjukkan bahwa hubungan sosial yang baik berkontribusi pada kesehatan mental yang lebih stabil. Prinsip ini sejalan dengan Islam yang mengajarkan pentingnya ukhuwah Islamiyah dalam menjalani kehidupan.
Rasulullah Saw bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Baca: Apakah Ibu Menyusui Boleh Puasa? Ini Penjelasan Dokter
5. Membiasakan diri dengan ibadah
Agar mental lebih siap, ada baiknya umat Muslim mulai membiasakan diri dengan ibadah yang akan dilakukan selama Ramadan. Misalnya, meningkatkan kualitas salat malam, membaca Al-Qur’an, dan berlatih puasa sunah Senin-Kamis.
Komitmen tersebut selaras dengan sabda Nabi Muhammad Saw berikut:
أَحَبَُ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amal (kebaikan) yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meski sedikit.” (HR.Muslim).
Dengan membiasakan diri beribadah sebelum Ramadan, diharapkan seseorang tidak akan merasa terbebani saat memasuki Bulan Suci.