AI Bisa ‘Palsukan’ Sidik Jari

Ilustrasi kecerdasan buatan (AI) menganalisis sidik jari manusia. Foto: Unsplash/George Prentzas.

khbar.com: Sebuah studi mutakhir dari Columbia Engineering mengguncang dunia forensik. Kecerdasan buatan (AI) membuktikan bahwa sidik jari manusia tidak sepenuhnya unik, bertentangan dengan keyakinan selama lebih dari satu abad dalam penegakan hukum.

Penelitian ini dipimpin mahasiswa sarjana di Columbia, Gabe Guo bersama Hod Lipson, dan Wenyao Xu.

Mereka menggunakan 60.000 data sidik jari dari basis data pemerintah Amerika Serikat (AS), lalu memasukkannya ke jaringan kontrasif dalam untuk membandingkan sidik jari dari jari berbeda pada satu individu maupun antarindividu.

Hasilnya mengejutkan, AI mampu mengenali kemiripan sidik jari dari jari berbeda milik orang yang sama dengan akurasi 77%.

Akurasi meningkat signifikan saat beberapa data digabungkan, membuka kemungkinan peningkatan besar dalam metode forensik saat ini.

Baca: Wow! AI Ini Sulap Sisa Makanan Jadi Hidangan Bergizi

“Jika informasi ini bisa menjadi penentu, kasus dingin bisa dihidupkan kembali dan orang tak bersalah dapat dibebaskan,” kata Lipson, yang juga memimpin Makerspace Facility di Columbia, dikutip dari Earth.com, pada Sabtu, 5 April 2025.

Namun, temuan ini sempat ditolak jurnal forensik ternama karena dianggap menyalahi prinsip dasar, bahwa setiap sidik jari adalah unik. Setelah perjuangan panjang, studi ini akhirnya diterbitkan di jurnal Science Advances.

AI tidak mengandalkan minutiae (pola percabangan dan ujung pada garis sidik jari) sebagaimana metode konvensional. Sebaliknya, ia mengenali pola lain, seperti sudut dan lengkungan di pusat sidik jari.

“Kita akan segera melihat ledakan penemuan ilmiah berbasis AI oleh orang-orang non-ekspert,” ujar Lipson.

Peneliti lain dalam tim, Aniv Ray dan Judah Goldfeder, menyebutkan bahwa hasil ini bisa jauh lebih presisi jika dilatih dengan jutaan data.

Baca: Rahasia ‘Iqra’ di Era Kecerdasan Buatan (AI)

Mereka juga mencatat bahwa model AI bekerja konsisten di berbagai demografi, meski pengujian lebih lanjut tetap diperlukan.

Guo, yang bukan ahli forensik, membuktikan bahwa AI dapat menantang dogma lama melalui data yang selama ini terabaikan.

Penemuan ini bukan untuk menggantikan sistem hukum, tetapi bisa menjadi alat bantu penting dalam mengurai kasus yang rumit, mempersempit daftar tersangka, atau menghubungkan tempat kejadian perkara (TKP) yang sebelumnya dianggap tak terkait.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.