MUI Susun Rekomendasi RUU Lawan Islamofobia

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof. KH Sudarnoto Abdul Hakim. Foto: Dok. MUI

Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan keseriusannya dalam melawan segala bentuk diskriminasi terhadap umat Islam. Salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Islamofobia.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof. KH Sudarnoto Abdul Hakim mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyusun rekomendasi draf RUU Islamofobia sebanyak 100 halaman.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Forum Diskusi Terpumpun (FGD) bertajuk Islamofobia: Tantangan Dunia Islam pada Kamis, 17 April 2025 di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat.

Ia menjelaskan, penyusunan drat tersebut bertujuan untuk merespons maraknya fenomena islamofobia, yang kini mulai meresahkan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

“Islamofobia bukan isu sederhana. Ini persoalan serius yang menyentuh aspek stabilitas nasional, keamanan sosial, hingga hak asasi manusia,” ujar Prof. Sudarnoto dikutip dari laman MUI pada Sabtu, 19 April 2025.

Baca: Jusuf Kalla: Lawan Islamofobia dengan Prestasi!

Ia menyebutkan bahwa islamofobia hadir dalam berbagai bentuk. Setidaknya, terdapat lima tipe yang ia soroti, yakni teologis, politik, kultural, genosidal, serta islamofobia dalam bantuan kemanusiaan. Menurutnya, penanganan persoalan ini memerlukan pendekatan lintas sektor dan strategi yang menyeluruh.

“Tidak cukup hanya pendekatan hukum. Harus ada kerja sama lintas institusi dan tokoh masyarakat. Kita butuh harmoni sosial, memperkuat ukhuwah dan integrasi bangsa,” tegasnya.

Dalam forum itu, MUI juga menyerukan agar DPR dan pemerintah segera menginisiasi pembentukan undang-undang anti-islamofobia. Regulasi ini, kata Prof. Sudarnoto, akan menjadi landasan hukum penting dalam melindungi masyarakat dari diskriminasi agama dan prasangka berbasis identitas.

MUI pun mengaitkan urgensi penanganan islamofobia dengan sikap solidaritas terhadap isu Palestina. Bagi MUI, sikap ini bukan semata karena ikatan keagamaan, melainkan bagian dari kepentingan nasional.

“Kalau islamofobia dibiarkan, dampaknya bisa merusak toleransi, memperlebar perpecahan, bahkan mengancam kohesi sosial bangsa,” ucapnya.

Lebih jauh, Prof. Sudarnoto menyebut bahwa narasi ketakutan terhadap Islam kerap disebarkan melalui isu-isu keamanan. Hal ini menurutnya menjadi celah untuk menciptakan stigma buruk terhadap umat Islam.

“Isu keamanan sering dijadikan alasan untuk menebar ketakutan. Padahal justru di sanalah akar diskriminasi muncul,” katanya.

Forum ini juga menjadi ajang evaluasi terhadap dua resolusi penting PBB: Resolusi No. 76/254 (2022) yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia, dan Resolusi No. 78/264 (2024) yang mendorong langkah nyata penanganan islamofobia secara global.

Menindaklanjuti resolusi tersebut, MUI mendorong agar dunia Islam mengambil peran sebagai agen perubahan. Edukasi publik dan diplomasi aktif menjadi strategi penting. Ia bahkan mengusulkan agar para duta besar RI diberikan pembekalan khusus untuk menyampaikan wajah Islam yang damai kepada komunitas internasional.

“Para dubes perlu bekerja sama dengan Kemenlu dan MUI. Mereka adalah perwakilan kita dalam memperlihatkan Islam sebagai agama rahmat dan beradab,” katanya.

MUI menyampaikan keprihatinan atas makin meluasnya aksi islamofobia, tak hanya di negara Barat tetapi juga di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, MUI mendorong partisipasi semua elemen bangsa dalam mencegah dan melawan narasi kebencian tersebut.

“Islamofobia bukan sekadar sikap intoleran. Ia telah menjadi bentuk pelanggaran HAM yang nyata. Kita harus bergerak cepat, mencari solusi konkret,” tegasnya.

Saat ini, MUI masih menyempurnakan draf naskah akademik yang akan menjadi pijakan awal pembahasan RUU Islamofobia. Diskusi lebih lanjut akan digelar dengan melibatkan para ahli hukum dan legislator agar dokumen tersebut bisa segera masuk dalam proses legislasi formal di DPR.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.