Ikhbar.com: Fenomena orthosomnia muncul seiring dengan penggunaan perangkat pelacak tidur yang menyebabkan orang terobsesi dengan tidur sempurna, yang justru bisa memperburuk insomnia.
Istilah ini diciptakan peneliti di Amerika Serikat (AS), untuk menggambarkan kecenderungan individu yang terjebak dalam analisis data tidur mereka, yang justru dapat memperburuk masalah insomnia.
Baca: Hati-hati! Ini Bahaya Sleep Call menurut Ahli
Industri pelacak tidur di Inggris mencapai £270 juta atau sekitar Rp5 triliun tahun lalu, dan diperkirakan akan berlipat ganda pada 2030. Menunjukkan bahwa perangkat ini menjadi tren di tengah masyarakat. Namun, para ahli memperingatkan bahwa mengejar skor tidur ideal dapat memicu kecemasan.
Seorang terapis tidur, Katie Fischer, menyebut bahwa mereka yang mengalami masalah tidur sering memberi tekanan untuk mencapai delapan jam tidur, meski kebutuhan tidur setiap orang berbeda.
“Mereka memberikan tekanan pada diri mereka sendiri untuk mencapai jumlah jam tidur yang ajaib, biasanya delapan, tanpa menyadari bahwa mereka mungkin tidak membutuhkan jam tidur sebanyak itu,” ungkapnya, dikutip dari The Guardian, pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Sementara itu, penulis buku How to Sleep Well, Dr. Neil Stanley, menambahkan bahwa hanya observasi otak yang bisa membedakan fase tidur dengan akurat, dan data dari perangkat pelacak belum tentu memperbaiki kualitas tidur.
Baca: Alasan Muslimah Gaza Ogah Lepas Hijab Seharian, bahkan saat Tidur
“Satu-satunya cara akurat untuk membedakan antara tidur ringan, tidur nyenyak, dan tidur REM (tidur bermimpi) adalah dengan mengamati otak,” ujar Stanley.
Para ahli juga menyarankan agar pola tidur diperhatikan dalam jangka panjang, dan fokus pada perasaan di siang hari, bukan hanya angka dari perangkat.