Ikhbar.com: Hamas menyatakan kesiapannya untuk membebaskan seluruh sandera Israel yang masih ditahan, jika Israel bersedia mengakhiri agresi militer di Gaza, dan membebaskan tahanan Palestina.
Pernyataan ini disampaikan pemimpin Hamas di Gaza sekaligus kepala tim negosiator, Khalil Al-Hayya, dalam pidato televisi.
“Netanyahu dan pemerintahannya menggunakan perjanjian parsial sebagai kedok agenda politik mereka, yang didasarkan pada kelanjutan perang pemusnahan dan kelaparan, bahkan jika harganya adalah mengorbankan semua tahanannya (sandera),” ungkap Hayya, dikutip dari Reuters, pada Jumat, 18 April 2025.
Hamas mengusulkan negosiasi komprehensif yang mencakup penghentian perang, pembebasan seluruh tahanan Palestina, dan rekonstruksi Gaza.
Baca: Dibebaskan, Tentara Israel Ucap Terima Kasih ke Hamas
Sementara itu, Israel tetap bersikeras untuk melanjutkan operasi militer hingga 59 sandera dibebaskan dan Gaza didemiliterisasi.
Upaya mediasi Mesir untuk menghidupkan kembali gencatan senjata Januari lalu belum menunjukkan hasil. Pembicaraan terbaru di Kairo juga berakhir tanpa kemajuan berarti. Hamas menolak syarat Israel yang mengharuskan kelompok itu menyerahkan senjata.
Situasi semakin memburuk setelah pasukan Israel melancarkan serangan udara dan darat ke Gaza, menewaskan sedikitnya 32 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak. Salah satu serangan menghantam sekolah yang dikelola PBB di Jabalia dan menewaskan enam orang.
Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, dengan serangan Hamas yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya, lebih dari 51.000 warga Palestina dilaporkan tewas dalam ofensif Israel menurut otoritas kesehatan setempat.
Baca: 90 Tahanan Perempuan dan Anak Palestina Dibebaskan, Tangis dan Pelukan Sambut Kepulangan
Sementara itu, sayap bersenjata Hamas mengaku kehilangan kontak dengan kelompok militan yang menyandera tentara Israel-Amerika, Edan Alexander, setelah tempat persembunyian mereka diserang tentara Israel.
Dalam video yang dirilis, mereka memperingatkan keluarga para sandera bahwa “anak-anak kalian akan pulang dalam peti mati.”
Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui juru bicara Dewan Keamanan Nasional, James Hewitt, menilai pernyataan Hamas menunjukkan bahwa mereka tidak menginginkan perdamaian.