Film ‘Kupu-Kupu Kertas’ dan Kotak Pandora Peristiwa 1965

Salah satu adegan film Kupu-Kupu Kertas. Dok MAXIMA PICTURES

Ikhbar.com: Maxima Pictures dan Denny Siregar Production sukses merampungkan produksi film bertemakan peristiwa kelam 1965. Film yang diberi judul “Kupu-kupu Kertas” itu akan tayang di bioskop seluruh Indonesia pada Desember 2023. Film yang sudah banyak dinanti calon penonton ini dibintangi Amanda Manopo, Chicco Kurniawan, Reza Oktovian, dan Iwa K.

Dikutip dari IMDB, film ini berkisah tentang Ning dan Ikhsan. Ning merupakan simpatisan Partai Komunias Indonesia (PKI) dan Ikhsan berasal dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU). Keduanya saling mencintai tanpa memandang perbedaan ideologi. Hingga akhirnya, keluarga Ikhsan terbunuh. Ikhsan bingung harus membalas dendam pada PKI atau menyelamatkan nyawa Ning, kekasihnya.

Baca: Sejarawan Ungkap Mitos-mitos dalam Film G30S/PKI

Alat stigmatisasi

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, peristiwa akhir era kepemimpinan Presiden Sukarno itu ibarat kotak pandora yang tak boleh dibuka. Kejadian yang diawali dari operasi 30 September 1965 dan mengalami efek domino pembunuhan massal hingga 1966 itu, telah menjadi tabu dan perdebatan tiada henti selama beberapa dekade. Bahkan dalam beberapa babak perhelatan politik Indonesia, PKI menjelma stigmatisasi terhadap salah satu kontestan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2014 lalu.

Presiden Keempat RI, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menyikapi secara serius tentang diskursus ini. Dalam sebuah acara dialog interaktif bertajuk “Secangkir kopi” yang disiarkan TVRI, pada 14 Maret 2000 lalu, Gus Dur mengatakan bahwa ia sudah meminta maaf atas segala pembunuhan yang terjadi terhadap orang-orang yang dianggap komunis sepanjang 1965-1966.

Menurut Gus Dur, belum tentu orang-orang yang dituduh komunis semuanya bersalah sehingga harus dihukum mati tanpa jalan peradilan.

“Buktikan dong secara pengadilan, enggak begitu saja terjadi. Dan, maaf ya, hal semacam itu terjadi, justru banyak pembunuhan dilakukan oleh anggota NU,” ungkap Gus Dur, dikutip pada Senin, 2 Oktober 2023.

Baca: Yang Sulit Diteladani dari Gus Dur

Bersikap luhur

Pernyataan mantan Ketua Umum Pengurus besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, menurut wartawan senior sekaligus aktivis Perancis kelahiran Indonesia, Ayik Umar Syaid, bisa ditafsirkan sebagai pesan politik dan pesan moral yang amat penting untuk mencari kebenaran dari kenyataan.

Ayik mengatakan, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) beserta implikasinya adalah masalah besar bangsa Indonesia. Maka, sudah sepantasnya untuk didiskusikan ulang dengan jernih.

“Bukan saja karena adanya kenyataan bahwa sebagai akibat peristiwa itu telah dibunuh secara besar-besaran lebih dari sejuta warganegara Indonesia dalam tempo yang singkat, tetapi juga karena adanya kenyataan-kenyataan lainnya,” tulis dia.

Menurut Ayik, pernyataan Gus Dur itu mengajak bangsa Indonesia untuk bersikap luhur, dengan meminta maaf kepada korban genosida 1965–1966. Ia mengatakan, dilihat dari sisi mana pun, peristiwa tersebut adalah kesalahan besar, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan bertentangan dengan ajaran semua agama.

“Malapetaka besar ini harus menjadi pelajaran yang penting bagi generasi kita dewasa ini, dan juga bahkan terutama sekali bagi generasi kita yang akan datang,” pungkas dia.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.