Ikhbar.com: Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) Pemakaman Islam Filipina, yang menjamin hak umat Muslim menguburkan jenazah sesuai ajaran Islam, yakni dalam waktu 24 jam setelah wafat.
UU ini mewajibkan rumah sakit, klinik, rumah duka, atau fasilitas lainnya segera melepaskan jenazah Muslim tanpa menunggu akta kematian.
Pelaporan kematian cukup dilakukan dalam 14 hari pasca-pemakaman oleh keluarga atau pihak yang menangani pemakaman.
Baca: Filipina Gelar Sayembara, Bunuh Nyamuk Dibayar Rp280 per Lima Ekor
“Aturan untuk pemakaman, sesuai dengan tata cara Islam, mengharuskan jenazah Muslim dilepaskan dalam waktu 24 jam oleh rumah sakit, klinik, rumah duka, atau fasilitas lain yang merawat jenazah,” demikian isi undang-undang, dikutip dari Arab News, pada Jumat, 25 April 2025.
Penolakan pelepasan jenazah karena tunggakan biaya rumah sakit atau pemakaman dikenai sanksi pidana penjara 1–6 bulan, denda Rp13,2 juta hingga Rp26,4 juta, atau keduanya.
Sekitar 10 persen dari populasi Filipina yang berjumlah lebih dari 120 juta adalah Muslim, dan sebagian besar tinggal di Mindanao dan Kepulauan Sulu.
Ketua Dewan Imam Filipina, Ebra Moxsir, menyambut baik regulasi ini karena menjawab tantangan yang kerap dihadapi umat Muslim, seperti keterlambatan pelepasan jenazah akibat persoalan administratif atau keuangan.
“Salah satu tantangan adalah keterlambatan dalam melepaskan jenazah dari rumah sakit karena alasan keuangan. Undang-undang baru ini menghapus kebutuhan akan akta kematian yang sering kali memperlambat proses pemakaman,” ujarnya.
Baca: India Rilis RUU Wakaf, Tapi Justru Singkir Warga Muslim
Undang-undang ini juga melarang pengawetan jenazah, mewajibkan pemberitahuan kepada keluarga sebelum pemeriksaan forensik, dan menginstruksikan pemerintah lokal membantu transportasi jenazah jika keluarga tidak mampu.
Ketua DPR Filipina, Ferdinand Martin G. Romualdez, menyebut kebijakan ini sebagai bentuk pengakuan negara atas hak-hak umat Muslim untuk menjalankan ajaran agamanya tanpa halangan birokrasi dan beban biaya yang tinggi.