Cara Atasi Air Hujan yang Tercemar Mikroplastik menurut Pakar

Ilustrasi hujan. Foto: Dok. Unsplash

Ikhbar.com: Fenomena penemuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menambah panjang daftar persoalan lingkungan di kota besar. Para ahli menilai, temuan ini menjadi sinyal bahaya bahwa pencemaran plastik kini sudah menjangkau lapisan atmosfer dan kembali turun bersama air hujan yang dianggap bersih.

Pakar Pencemaran dan Ekotoksikologi dari IPB University, Prof. Etty Riani, menjelaskan bahwa secara ilmiah, keberadaan mikroplastik dalam air hujan sangat mungkin terjadi. Partikel plastik berukuran mikro dan nano memiliki massa sangat ringan, sehingga mudah terangkat ke udara dan terbawa angin.

“Mikroplastik bisa berasal dari berbagai sumber di darat, seperti gesekan ban mobil, pelapukan sampah plastik yang kering dan terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis,” ujar Prof. Etty dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Ia menambahkan, partikel halus tersebut dapat melayang di atmosfer dalam waktu lama sebelum akhirnya turun kembali ke bumi bersama air hujan.

Baca: Perundingan Global soal Plastik Gagal, Krisis Lingkungan Terancam Memburuk

“Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik menyatu dengan tetesan air hujan, sehingga tampak seolah-olah air hujan bersih,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof. Etty menegaskan bahwa faktor lingkungan seperti suhu tinggi dan udara kering turut mempercepat proses pelapukan plastik. Ketika plastik terurai menjadi partikel sangat kecil, angin akan lebih mudah menerbangkannya dan menyebarkannya ke wilayah yang lebih luas.

Menurutnya, kebiasaan masyarakat yang masih bergantung pada plastik menjadi akar persoalan utama. “Tingginya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi akar masalah. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, manusia tidak lepas dari plastik. Akhirnya, plastik akan terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik,” ungkapnya.

Sebagai solusi, Prof. Etty mendorong pemerintah untuk memperkuat kebijakan pengelolaan plastik yang berkelanjutan. Ia juga mengajak masyarakat mengubah perilaku konsumsi menjadi lebih ramah lingkungan, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah dari rumah, dan menghindari produk perawatan tubuh yang mengandung mikroplastik.

Selain itu, penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) serta pemberian sanksi bagi pihak yang melanggar kebijakan pengurangan plastik dinilai sangat penting. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menekan penyebaran mikroplastik, khususnya di wilayah perkotaan yang padat aktivitas.

“Plastik bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga kesehatan. Beberapa bahan aditif berbahaya di dalamnya dapat memicu gangguan hormonal dan meningkatkan risiko kanker,” tutup Prof. Etty.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.