Ikhbar.com: Pasukan militer Israel (IDF) melancarkan serangan terhadap kamp pengungsian di Rafah, Palestina pada Ahad, 26 Mei 2024. Akibatnya, sebanyak 40 orang dilaporkan tewas.
Dikutip dari kantor berita Palestina, WAFA, serangan tersebut terjadi tiga hari setelah Mahkamah Internasional memerintahkan Israel untuk mundur dari Rafah.
Diketahui, serangan rudal sebanyak delapan buah tersebut menargetkan tenda-tenda pengungsi di Tal as-Sultan, barat laut kota Rafah. Tenda-tenda tersebut berada dekat gudang Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Sementara itu, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) melaporkan bahwa mereka mengangkut sejumlah besar jenazah dan korban luka.
PRCS mengungkapkan bahwa rumah sakit saat ini tidak mampu menangani jumlah korban yang besar. Hal itu dikarenakan Israel telah penghancuran fasilitas kesehatan di sejumlah rumah sakit di Gaza. Para korban pun terpaksa diangkut ke pusat kesehatan darurat.
Baca: Israel Usir Warga Palestina dari Rafah
Salah satu korban mengungkapkan kengerian atas serangan Israel ke Rafah. Korban yang tidak disebutkan namanya itu menceritakan bahwa dirinya bersama ibu dan saudara laki-lakinya mengalami luka yang cukup serius di kamp.
“Saya terjatuh ke tanah dan melihat kaki saha terbelah,” katanya dikutip dari Al Jazeera.
Sementara itu, saksi lain mengungkapkan bahwa pasukan Israel mereka membakar para pengungsi di Rafah hidup-hidup.
Militer Israel mengeklaim bahwa serangan udara yang menewaskan setidaknya 40 orang di Rafah, sebagian besar perempuan dan anak-anak itu menargetkan kompleks Hamas di Rafah.
Israel menyatakan bahwa serangan tersebut dilakukan sesuai dengan hukum internasional, menggunakan amunisi yang tepat, dan berdasarkan intelijen awal yang menunjukkan penggunaan wilayah tersebut oleh teroris Hamas.
Namun, menurut laporan dari Organisasi Monitor Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania, militer Israel telah melakukan lebih dari 60 serangan udara di Rafah dalam 48 jam setelah Mahkamah Internasional memerintahkannya pada hari Jumat untuk menghentikan operasi militer di kota Gaza selatan.
Di tengah invasi darat Israel di wilayah tersebut, puluhan peluru artileri dan tembakan terus-menerus juga diarahkan ke warga Palestina di Rafah selama periode itu.
Organisasi tersebut juga melaporkan bahwa 13 warga Palestina meninggal dalam waktu 48 jam setelah keputusan Pengadilan, termasuk enam anggota keluarga Qishta, seorang ibu lanjut usia dan tiga anaknya, yakni dua perempuan dan satu laki-laki, serta seorang putra dewasa dan dua anaknya.
Mereka dilaporkan dibunuh pada hari Sabtu di Khirbet al-Adas, sebuah wilayah di utara Rafah yang tidak termasuk dalam perintah evakuasi Israel.
Pendudukan Israel terhadap Jalur Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, telah menewaskan 35.984 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan, dan melukai 80.643 lainnya. Ribuan korban masih hilang di bawah reruntuhan atau berserakan di jalan.
Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel menghentikan serangan ke Rafah pada Jumat pekan lalu atas gugatan Afrika Selatan yang mendakwa Israel melakukan genosida di Gaza, namun pengeboman terus berlanjut, menambah panjang daftar korban jiwa dan luka-luka.
Menurut kantor media Gaza, pasukan pertahanan sipil Gaza mengatakan mereka telah memindahkan 50 orang, termasuk mereka yang tewas dan terluka, setelah terjadi pengeboman. Wilayah yang menjadi target tersebut menaungi setidaknya 100.000 pengungsi.
Kantor berita itu juga menyatakan, pembantaian Rafah merupakan pesan jelas Israel kepada ICJ dan komunitas internasional bahwa serangan terhadap warga sipil di Gaza terus berlanjut. Tentara sebelumnya telah mengidentifikasi kamp yang dibom di Rafah masuk dalam zona aman di mana para pengungsi didesak untuk pergi.
Serangan militer Israel telah mengubah sebagian besar wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta orang tersebut menjadi reruntuhan, serta menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan.