Ikhbar.com: Parlemen Kazakhstan meloloskan rancangan undang-undang (RUU) bergaya Rusia yang melarang “propaganda nilai seksual nontradisional,” dengan sanksi denda sekitar Rp3,7 juta untuk pelanggaran pertama, dan kurungan hingga 10 hari bagi pelanggaran berulang.
RUU ini akan dikirim ke Senat yang diperkirakan menyetujui, sebelum akhirnya membutuhkan persetujuan Presiden Kassym-Jomart Tokayev.
Aturan mendefinisikan “propaganda” sebagai penyebaran informasi tentang orientasi seksual nontradisional di ruang publik, media massa, telekomunikasi, atau platform daring yang bertujuan membentuk opini positif.
Baca: Prinsip Kesetaraan dalam Keluarga menurut Al-Qur’an
Paket perubahan juga mengamandemen UU anak, media, periklanan, komunikasi, budaya, dan pendidikan, serta memungkinkan pemblokiran situs dan konten digital tanpa penetapan pengadilan, pemicu kritik kelompok HAM.
“Anak dan remaja setiap hari terpapar informasi daring yang dapat berdampak negatif pada pandangan mereka tentang keluarga, moralitas, dan masa depan,” ujar Menteri Pendidikan, Gani Beisembayev, dikutip dari The Independent, pada Rabu, 12 November 2025.
Organisasi seperti Human Rights Watch dan International Partnership for Human Rights mendesak penolakan karena dinilai melanggar hak asasi, dan meningkatkan kerentanan komunitas LGBTQI+.
RUU ini juga lahir di tengah dorongan “nilai-nilai tradisional” yang kerap disuarakan Presiden Tokayev dan dukungan politik dari parlemen yang didominasi partai pro-pemerintah.
Baca: MUI: Kehangatan Keluarga Mampu Cegah Aksi Bunuh Diri
Konteks sosial turut memengaruhi dinamika: Kazakhstan, negara mayoritas Muslim tetapi relatif sekuler, telah melegalkan homoseksualitas sejak 1990-an, tetapi sikap publik masih konservatif.
Petisi “Menolak Propaganda LGBT Terbuka dan Terselubung” pada 2024 mengumpulkan lebih dari 50.000 tanda tangan dan menjadi salah satu pemantik legislasi ini.