Ikhbar.com: Hari Pahlawan merupakan momentum nasional untuk mengenang perjuangan dan pengorbanan para pejuang kemerdekaan. Hari bersejarah ini berfungsi sebagai sarana edukasi sejarah dan pembentukan etika publik agar generasi masa kini tidak tercerabut dari akar nilai keberanian, kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab sosial.
Dalam perspektif Islam, menghormati serta meneladani perjuangan para pahlawan merupakan akhlak mulia sekaligus bentuk syukur atas nikmat kemerdekaan, nikmat yang melapangkan jalan bagi ibadah, pendidikan, dan kehidupan sosial.
Allah Swt berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Namun jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.’” (QS Ibrahim: 7)
Baca: 5 Ciri Pahlawan menurut Al-Qur’an
Menimbang nilai keislaman
Islam menempatkan rasa hormat kepada pelaku kebajikan sebagai adab yang melekat pada iman. Prinsip ini tergambar jelas dalam sabda Nabi Muhammad Saw tentang syukur yang berkaitan dengan penghargaan terhadap manusia yang berbuat baik.
مَنْ لَا يَشْكُرِ النَّاسَ لَا يَشْكُرِ اللَّهَ
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis lain menegaskan bahwa memuliakan pelaku kebajikan dan pemimpin yang adil merupakan bentuk pengagungan kepada Allah Swt.
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَلَا الْجَافِي عَنْهُ، وَإِكْرَامِ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang tua yang muslim, orang yang membaca Al-Qur’an dengan seimbang (tidak berlebihan dan tidak mengabaikannya), serta menghormati pemimpin yang adil.” (HR. Abu Dawud)
Dua hadis di atas sejalan dengan konsep ta‘zhim li ahlil khair (menghormati pelaku kebajikan) yang berkaitan erat dengan penghormatan kepada para pahlawan bangsa.
Baca: ‘Kubur Baju dan Senjata Kalian!’ Makna Ikhlas di Balik Perintah Kiai Abbas
Birrul wathan
Penghormatan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk doa, pengisahan keteladanan, dan literasi sejarah, selama tetap terjaga dari ghuluw (sikap berlebihan) dan tidak menyerupai ritus ibadah.
Dalam konteks ini, konsep birrul wathan (bakti kepada tanah air) menjadi relevan. Dalam kerangka maqasid al-syariah, syariat bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Kemerdekaan, hasil pengorbanan para pahlawan, menjadi instrumen kolektif untuk menjaga lima tujuan tersebut, termasuk pelestarian negeri dan tatanan sosial.
Birrul wathan tidak bertentangan dengan tauhid. Sebaliknya, konsep ini menjadi sarana pengamalan nilai tauhid di ruang publik melalui amanah, keadilan, dan kasih sayang terhadap sesama warga. Pemeliharaan ingatan kolektif atas perjuangan para pahlawan juga termasuk bagian dari menjaga ketertiban dan kemaslahatan umum.
Kepahlawanan dalam Islam memiliki makna yang luas: perjuangan menegakkan keadilan, mengembangkan ilmu, dan memberi manfaat sosial.
Al-Qur’an menegaskan pentingnya berjuang di jalan Allah dengan kesadaran moral dan tujuan yang adil. Dalam konteks negara-bangsa modern, semangat ini diwujudkan melalui pengabdian konstitusional yang damai dan bermartabat.
Allah Swt berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 74:
فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۚ وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat berjuang di jalan Allah. Siapa yang berjuang di jalan Allah lalu gugur atau meraih kemenangan, niscaya Kami anugerahkan kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa: 74)
Etos kemanfaatan sosial juga ditegaskan dalam sabda Nabi yang masyhur di kalangan ulama:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Al-Tabarani)
Baca: Negara Jangan Kalah dari Preman, Inspirasi Penegakan Hukum dalam Sejarah Islam
Hukum dan batas
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, posisi hukum memperingati Hari Pahlawan dapat dijelaskan. Hukumnya mubah (boleh) selama peringatan itu berupa penghormatan, doa, dan refleksi perjuangan.
Statusnya dapat meningkat menjadi mustahab (sunah) apabila mengandung nilai pendidikan yang membangkitkan semangat kebangsaan dan keagamaan. Contohnya, melalui diskusi sejarah yang objektif, pemutaran film, bedah buku, atau kegiatan sosial seperti sedekah, donor darah, beasiswa, dan bakti lingkungan.
Sebaliknya, statusnya bisa bergeser menjadi makruh bahkan haram jika berubah menjadi pemujaan individu, pengagungan tanpa nalar kritis, atau menyerupai praktik ibadah agama tertentu yang disertai sikap berlebihan hingga mengaburkan akal sehat.
Kegiatan peringatan Hari Pahlawan yang dianjurkan dan sejalan dengan semangat birrul wathan serta maqasid al-syariah, antara lain mendoakan para syuhada dan pahlawan bangsa, memperkuat literasi sejarah untuk menumbuhkan tanggung jawab sosial, serta menggerakkan aksi kebajikan di lingkungan sekitar.
Pendekatan ini menjaga agar penghormatan tidak berubah menjadi romantisasi masa lalu, melainkan menumbuhkan etos kerja, integritas, dan kepedulian sebagai ciri kepahlawanan yang tetap relevan lintas zaman.