Wamendiktisaintek Dorong AI Masuk Kurikulum Pesantren

Wamendiktisaintek, Stella Christie dalam International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP). Foto: Dok. Kemendiktisaintek

Ikhbar.com: Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie mendorong agar teknologi Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan segera diintegrasikan ke dalam kurikulum pesantren.

Gagasan tersebut ia sampaikan dalam forum International Conference on The Transformation of Pesantren yang berlangsung di Tanah Abang, Jakarta, pada Rabu, 19 Juni 2025.

“AI bisa dan layak dipelajari di pesantren. Teknologi ini tidak boleh jadi milik satu kalangan saja,” kata Stella di hadapan para peserta konferensi internasional tersebut.

Namun demikian, ia menggarisbawahi bahwa penguasaan teknologi saja belum cukup. Literasi dalam memahami cara kerja dan dampak AI dinilainya jauh lebih penting. Tanpa itu, penggunaan AI justru bisa keliru arah.

Baca: Bukan Gagap Teknologi, Ini Nilai Jual Pesantren yang Penting Diadaptasi

“Kalau tidak dibarengi dengan literasi, teknologi hanya akan jadi alat yang kosong. Pesantren perlu memahami bukan hanya ‘bagaimana menggunakan’, tetapi juga ‘mengapa dan untuk apa menggunakan,” ujarnya.

Stella juga menekankan bahwa para pengajar di pesantren harus terlebih dahulu membekali diri dengan pemahaman teknologi sebelum menyampaikannya ke santri. Pemanfaatan AI, menurutnya, harus dilakukan secara cermat dan bijaksana.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti pentingnya membangun kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, terutama di era serbacepat seperti saat ini. Menurutnya, keunggulan manusia terletak pada aspek penilaian dan pengambilan keputusan yang tidak bisa digantikan oleh mesin.

“AI bisa simpan data, bisa bikin program, tapi tidak bisa ambil keputusan yang kompleks dan berlapis-lapis. Itu tetap ranah manusia,” ungkapnya.

Stella merujuk pada sejumlah riset global yang menunjukkan bahwa pemberi kerja di berbagai negara saat ini lebih mencari kandidat yang mampu berpikir kritis, cepat menyelesaikan masalah, dan berani mengambil keputusan strategis. AI, secerdas apa pun, belum bisa menggantikan kapasitas itu.

Ia menambahkan bahwa literasi digital dan keterampilan teknologi memang penting untuk dikuasai oleh generasi muda, termasuk para santri. Namun hal itu harus dibarengi dengan nilai-nilai kebijaksanaan agar teknologi tidak menjadi tuan atas manusia.

“Selama kita terus mengasah akal dan hati, kita tidak akan kehilangan relevansi di tengah dunia yang makin digital,” pungkas Stella.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.