Viral Grup Inses di Medsos, Psikiater: Sakit Jiwa!

Ilustrasi korban rudapaksa oleh pelaku yang masih keluarga dekat. Foto: AAP

Ikhbar.com: Grup FacebookFantasi Sedarah” menjadi sorotan publik setelah terungkap memuat diskusi tentang fantasi seksual dengan anggota keluarga, termasuk kekerasan seksual terhadap anak.

Psikiater Rumah Sakit Umum (RSU) Yasri Jakarta, dr. Citra Fitria Agustina, menyebut fenomena tersebut sebagai bentuk kelainan seksual yang sangat berbahaya.

“Korbannya dominan kepada anak atau yang lebih lemah dan yang mudah dibohongi,” ujarnya, dikutip dari NU Online, pada Rabu, 21 Mei 2025.

Menurut dr. Citra, perilaku inses bisa dipicu riwayat kekerasan dalam keluarga atau kurangnya kasih sayang semasa kecil. Ia menekankan bahwa perilaku ini dapat berulang bila tidak segera dihentikan.

Baca: Instagram Luncurkan Fitur Anti Kejahatan Seksual untuk Remaja, Ini Daftarnya

“Mungkin ada yang salah nih dari orang dewasanya, kok dia mau sama anaknya sendiri, adiknya sendiri, ponakannya sendiri,” katanya.

Tak hanya itu, dr. Citra yang juga Sekretaris Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) menyoroti kurangnya pendidikan seksual di Indonesia. Ia menyayangkan anggapan bahwa inses merupakan hal biasa.

“Pendidikan seksual bertujuan untuk melindungi organ reproduksi,” jelasnya.

Di sisi lain, dr. Citra mencontohkan, anak perempuan sebaiknya hanya dibantu cebok oleh ayah hingga usia dua tahun. Setelah itu, sebaiknya ibu yang melakukannya demi mencegah potensi kekerasan seksual dalam keluarga.

Sementara itu, kasus inses di Banyuwangi pada 2024, yakni seorang ayah memperkosa anak kandung hingga hamil, menurutnya menunjukkan adanya gangguan mental serius.

“Itu pasti sudah gangguan mental yang berat bagi pelaku dan korban,” tegasnya.

Korban inses berisiko mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan trauma jangka panjang. Karena itu, pemulihan psikologis harus melibatkan seluruh anggota keluarga.

“Yang disembuhkan itu ya tiga orang, misal ibunya si pelaku, anaknya si korban, dan bapaknya sebagai kepala keluarga,” ucapnya.

Baca: Sinikhbar: Kekerasan Seksual dan Feodalisme di Pesantren, Mitos atau Fakta?

Lebih lanjut, dr. Citra mengimbau masyarakat untuk tidak diam saat mengetahui kasus inses. Ia menekankan pentingnya keberanian melapor ke lembaga seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

“Korban harus berani melapor, semua harus berani bicara. Jangan takut!” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.