Ikhbar.com: Ada sebanyak 543.800 lulusan sarjana di Mesir pada setiap tahunnya. Mereka kemudian membaur dengan lebih dari 30 juta orang yang tercatat dalam usia angkatan kerja.
Generasi muda Mesir yang berusia 18 hingga 29 tahun merupakan seperlima dari jumlah populasi nasional dan 39,2% dari total angkatan kerja pada 2022. Hingga hari ini, Mesir belum bisa mencukupi kebutuhan peluang pekerjaan yang sesuai bagi semua lulusan.
Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi mengungkapkan, kesenjangan antara keterampilan dan kualifikasi yang diperoleh dalam pendidikan dan kebutuhan pasar menjadi akar masalahnya. Dia menekankan, pasar kerja tidak membutuhkan banyak lulusan dari fakultas hukum, bisnis atau perdagangan, dan humaniora.
“Peluang kerja bagi banyak lulusan jurusan tertentu sangat terbatas, bahkan tidak ada. Pasar kerja di dalam dan luar Mesir justru membutuhkan ratusan ribu lulusan di bidang digitalisasi,” ujarnya, dikutip dari surat kabar Al-Ahram, Ahad, 15 Oktober 2023.
Baca: Pendaftaran Capres Mesir Dibuka, Al-Sisi ‘Nyalon’ Lagi
Hal senada diungkapkan Manajer Lembaga Konsultasi Sumberdaya Manusia (SDM) dan Pengembangan Bisnis, Tawzef, Mo’men El-Attar. Menurutnya, keahlian yang kini paling dibutuhkan dalam dunia kerja adalah kemampuan di sektor digital dan teknologi.
“Meskipun lowongan yang paling banyak diminta oleh semua sektor biasanya adalah tenaga penjualan atau spesialis pengembangan bisnis, tetapi dalam dua kali selama 10 tahun terakhir, pemasar digital dan pengembang perangkat lunak menempati posisi pertama pertama dari daftar profesi yang paling dibutuhkan,” katanya.
Gaji tertinggi dan terendah
El-Attar menyebutkan, ada tiga pekerjaan yang saat ini paling dibutuhkan banyak perusahaan di Mesir, yakni ahli dalam bidang software maupun web developer, spesialis pengembangan bisnis, disusul Human Resources Development (HRD) dan keuangan.
“Tapi, semuanya harus cakap pada basis digital,” kata El-Attar.
Sedangkan pekerjaan yang bisa dijalani secara jarak jauh saat ini adalah analis data dan bisnis, desain grafis, editor video, serta lulusan yang berkemampuan pada penggunaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Pemerintah Mesir pun telah memberikan perhatian lebih terhadap digitalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Negara ini baru saja menginvestasikan anggaran sebesar 50 miliar Pound Mesir (EGP) atau setara lebih dari Rp25 triliun dalam proyek transformasi digital dan Rp6 triliun untuk pengembangan jaringan kabel internet bawah air.
Di sisi lain, El-Attar membahas penurunan besar dalam pekerjaan teknik di Mesir, khususnya di sektor minyak dan gas serta konstruksi. Namun, dia mengatakan ada permintaan yang tinggi bagi warga Mesir untuk mengisi peran ini di Pasar Teluk.
Mengutip data yang dirangkum Tawzef, pekerjaan dengan bayaran tertinggi di Mesir saat ini berada di sektor energi terbarukan dengan gaji bulanan rata-rata sebesar EGP30 ribu atau setara Rp15.255.356 dan pengembangan perangkat lunak sebesar EGP25 ribu atau Rp12.712.797/bulan.
Sedangkan untuk pekerjaan dengan bayaran paling rendah adalah agen call center (EGP4.000/Rp2.034.047), sales lokal (EGP3.500), dan sekuriti/satpam (EGP3.000).
Baca: Pro-Kontra Skripsi, Berkaca pada Kurikulum Universitas Islam Tertua di Dunia
Sarjana Indonesia
Sementara itu, jika dibandingkan Mesir, tingkat kesulitan mendapatkan pekerjaan bagi lulusan sarjana di Indonesia tampak lebih mengkhawatirkan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbduristek) mencatat, sebanyak 13,33% lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih berstatus pengangguran.
Lebih jelasnya, terdapat 1.120.128 lulusan pendidikan tinggi yang terhitung pengangguran pada 2022. Dengan rincian 235.559 lulusan perguruan tinggi vokasi dan 884.759 lulusan perguruan tinggi akademik.
“Dari sisi presentase ini semua tentu tantangan yang besar. Kita harapkan perguruan tinggi bisa menjadi driving force dalam pertumbuhan ekonomi bangsa,” jelas Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam.
Dia juga mengatakan persentase wirausahawan atau individu yang mempunyai usaha sendiri di Indonesia sejumlah 3,47%.
“Sehingga paling rendah di Asia,” ujarnya.
Baca: Diperberat Syarat BI Checking, Baca Doa Ini saat Melamar Kerja
Tergerak dari rendahnya minat berwirausa dan tingginya pengangguran itu, pihak kementerian meluncurkan Program Wirausaha Merdeka pada 2022. Program ini ditujukan untuk memberikan wadah bagi mahasiswa belajar dan membekali diri tentang enterpreneurship.
Selain itu, Mendikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan, Indonesia kekurangan lulusan perguruan tinggi siap kerja. Dia menyebut 8 dari 10 perusahaan kesulitan mendapatkan lulusan siap kerja.
“Banyak sekali kita mendapat masukan dari berbagai macam rekruter, berbagai macam perusahaan di Indonesia bahwa mereka sulit sekali mendapatkan lulusan yang siap kerja ya, 8 dari 10 perusahaan di Indonesia,” ungkap Nadiem.
Dia menuturkan sejumlah permasalahan dihadapi perusahaan perekrut tidak hanya pada aspek akademis. Kesiapan lulusan perguruan tinggi terjun ke dunia industri juga menjadi masalah yang cukup besar.
“Isu utamanya yang mereka hadapi saat melakukan rekrutmen adalah sulit sekali mendapatkan lulusan yang siap kerja, anak-anak banyak yang belum punya pengalaman, yang relevan ke industri, pengalaman bekerja, pengalaman mengerjakan project based learning,” kata Nadiem.
Menurut Nadiem, hal ini menjadi masalah serius bagi dunia industri. Pemerintah, lanjut dua, terus berupaya mencetak lulusan perguruan tinggi yang siap bersaing di tingkat dunia.
“Jadi, ini masalah yang sangat akut, masalah yang sangat dirasakan industri kita pada saat ini,” kata Nadiem.