Nilai-nilai Islami Cawapres RI

Tiga calon wakil presiden (cawapres) yang berkontestasi dalam Pilpres 2024 beradu gagasan dalam debat yang digelar di Jakarta, Jumat (22/12) malam. Dok ANTARA

Ikhbar.com: Pelaksanaan debat perdana calon wakil presiden (cawapres) yang dihelat di Jakarta Convention Center (JCC), pada Jumat, 22 Desember 2023, malam, terbilang sukses dan lancar. Tiap-tiap kandidiat dianggap berhasil menyampaikan visi-misnya secara lugas kepada publik calon pemilih dalam Pemilu 2024.

Setidaknya, ada tiga hal yang bisa disaripatikan dari gagasan para kandidat yang terdiri dari Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin), Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD tersebut.

Pertama, perlunya sikap ketegasan tanpa pandang bulu dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Kedua, perlunya nilai-nilai keistikamahan demi kemajuan negara. Ketiga, perlunya pengarus-utamaan ikhtiar pemerataan ekonomi di Indonesia.

Ketegasan memimpin

Ihwal perlunya ketegasan pemimpin, cawapres nomor urut 1, Abdul Muhaimin Iskandar alias Gus Imin mengenalkan istilah “slepet” sebagai tindakan simbolis untuk mengingatkan seseorang yang lalai. Istilah ini sangat umum digunakan oleh para santri di Indonesia, terutama sebagai bagian dari permainan yang ramai dilakukan selama bulan suci Ramadan.

“Di kalangan santri, sarung bisa untuk membangunkan yang tidur, menggerakkan yang loyo, sekaligus mengingatkan yang lalai,” kata sosok pendamping calon presiden (capres) Anies Rasyid Baswedan tersebut.

Gus Imin menjadikan sarung dan “slepet“-nya sebagai media yang berfilosofi tegas, tetapi tetap fleksibel. Hal ini, sebagaimana yang juga diadopsi dalam dakwah penyebaran Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.

Baca: ‘Slepet’ Gus Imin, Kekayaan Fungsi dan Tradisi Ketegasan Santri

Dalam QS. Ali Imran: 159, Allah Swt berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Dan dari sisi ketegasan, Rasulullah Saw bersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ

“Kalian wajib mengikuti tuntunanku dan tuntunan para Khulafaur Rasyidin. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah ritual-ritual baru dalam hal keagamaan/ibadah.” (HR Abu Dawud).

Keistikamahan

Nilai keislaman yang tak kalah pentingnya adalah keistikamahan. Hal ini seperti yang disampaikan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Dia menegaskan, keberlanjutan, percepatan, dan penyempurnaan pembangunan menjadi hal yang perlu dilakukan para pemimpin di periode berikutnya.

“Narasi besarnya adalah keberlanjutan dan penyempurnaan,” tegas pendamping calon presiden (capres) Prabowo Subianto tersebut.

Keberlanjutan itu, menurut dia, meliputi berbagai kepentingan bangsa dan negara, seperti hilirisasi multi-aspek, pemerataan pembangunan yang tidak Jawa-sentris, dan pengembangan ekonomi kreatif dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Melanjutkan nilai-nilai kebaikan merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam Islam. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa melakukan kebaikan dan setelah itu diikuti dan dilakukan orang lain, maka akan dicatat baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, dan sedikit pun tidak akan mengurangi pahala orang itu. Sebaliknya, barang siapa melakukan suatu keburukan lalu diamalkan orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim).

Tekad keberlanjutan itu juga dinilai sebagai spirit istikamah. Rasulullah Saw bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنْ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ. فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

“Wahai sekalian manusia. Kerjakanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim).

Baca: Cawapres Gibran Bicara Keberlanjutan, Ini Kosepnya menurut Islam

Pemerataan ekonomi

Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mohammad Mahfud Mahmodin atau lebih masyhur disapa Prof. Mahfud menegaskan bahwa Indonesia sangat membutuhkan upaya pemerataan ekonomi.

Prof. Mahfud yang berpasangan dengan calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo itu mengaku memiliki visi-misi untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya sebagai salah satu penyebab ketimpangan ekonomi di Indonesia.

“Ini semua dilakukan agar terjadi pemerataan,” tegas Prof. Mahfud.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Mahfud juga memunculkan penggalan dalil tentang pentingnya pemerataan ekonomi yang diambil dari QS. Al-Hasyr: 7. Allah berfirman:

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

“Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

Baca: Ini Arti Ayat Al-Qur’an yang Dibaca Prof. Mahfud dalam Debat Cawapres

Syekh Hasanain Muhammad Makhluf dalam Kalimat al-Quran Tafsir wa bayan menjelaskan, kata “ad-daulah/dulatan” dalam ayat tersebut menunjukkan makna bahwa distribusi harta itu harus dilakukan secara merata, sesuai dengan petunjuk dari Allah Swt.

“Seharusnya harta kekayaan itu dikelola dengan baik agar pemerataan terwujud di masyarakat. Kekayaan itu harus dibagi-bagikan kepada seluruh kelompok masyarakat dan bahwa harta kekayaan itu tidak boleh menjadi suatu komoditas yang peredarannya terbatas di antara orang-orang kaya saja,” jelas Syekh Hasanain.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.