Ikhbar.com: Era digital menuntut segala sesuatu bergerak serbacepat. Salah satu efeknya adalah dinamika penyebaran informasi yang terus berkembang dan kontekstual demi memenuhi kebutuhan zaman.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari dakwah keislaman, penulisan wacana tafsir Al-Qur’an memerlukan sentuhan yang lebih dari sekadar penjelasan teologis. Artikel tafsir kini harus mampu berbicara dalam bahasa yang bisa menjangkau berbagai kalangan, dari akademisi hingga masyarakat umum.
Pemimpin Redaksi (Pemred) Ikhbar.com, Ustaz Sofhal Adnan, menegaskan bahwa di sinilah keterampilan di bidang jurnalisme memainkan peran pentingnya, yakni menawarkan teknik untuk menyusun tafsir Al-Qur’an yang lebih mengalir dan relevan.
Dia menyebut, dasar-dasar jurnalistik dapat membantu penulis menyusun artikel tafsir Al-Qur’an dengan lebih komunikatif dan kontekstual seiring perkembangan zaman.
“Kalau ingin menulis artikel tafsir yang bisa dipahami oleh pembaca umum, pahami dulu dasar-dasar jurnalistik,” ujar Ustaz Sofhal, saat menjadi pembicara dalam “Pelatihan Jurnalistik dan Desain Grafis” yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IQTAF), Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon (SSC), pada Sabtu, 21 September 2024.
Baca: Tim Media Pesantren di Cirebon Ikuti Kelas Menulis Biografi Kiai bersama Ikhbar.com
Dekat dan menyentuh
Bagi banyak mahasiswa, menulis tafsir Al-Qur’an sering terasa seperti tugas yang berat dan membebani. Tak hanya karena harus menguasai literatur Arab, tetapi juga karena ketakutan bahwa tulisan mereka terlalu akademis, sehingga tidak mudah diterima pembaca awam.
Pada kesempatan tersebut, Ustaz Sofhal coba menawarkan perspektif baru dengan mengawinkan ilmu tafsir dan keterampilan jurnalistik sebagai solusi untuk menjembatani celah antara teks keagamaan dan masyarakat modern.
“Kunci dari sebuah artikel tafsir Al-Qur’an yang baik bukan hanya pada kedalaman isinya, tapi juga pada bagaimana kita bisa membuatnya relevan dengan isu-isu yang ada saat ini,” tegasnya.
Sebagai contoh, Ustaz Sofhal mengajak mahasiswa untuk mengambil momentum perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, yang marak diperingati oleh berbagai kalangan, sebagai titik masuk untuk menulis tafsir terkait kelahiran Rasulullah Saw.
Dengan cara ini, tafsir bukan hanya uraian teks keagamaan, tetapi juga respons terhadap kebutuhan masyarakat yang sedang mencari makna di tengah Peringatan Maulid Nabi.
Pendekatan jurnalistik, lanjutnya, akan memberikan kemampuan untuk menyesuaikan tema tulisan dengan apa yang sedang hangat diperbincangkan sehingga pesan Al-Qur’an bisa lebih mudah dipahami oleh masyarakat keumuman.
“Jika kita bisa menyesuaikan tafsir dengan momen atau isu yang sedang ramai dibahas, tulisan kita akan terasa lebih dekat dengan pembaca. Itu salah satu nilai penting jurnalistik yang bisa diterapkan dalam penulisan artikel tafsir,” jelas alumnus Pesantren Bayt Al-Qur’an, Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta tersebut.
Baca: Mengenal Madrasah Tafsir Al-Qur’an Era Tabi’in
Penulisan terarah
Setelah menentukan tema yang sesuai dengan isu terkini, selanjutnya adalah menginventarisasi ayat-ayat Al-Qur’an yang dinilai relevan dengan pembahasan tersebut.
Ustaz Sofhal menggarisbawahi pentingnya proses ini karena ayat yang dipilih harus benar-benar menyentuh esensi tema yang dibahas.
Meskipun, menurutnya, penulis artikel tafsir tidak cukup hanya mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, melainkan harus mampu menghubungkannya dengan tafsir para ulama dengan kandungan informasi yang lebih luas dan mendalam.
“Misalnya, ketika menulis tentang kelahiran Nabi Muhammad Saw, kita bisa memilih ayat-ayat yang menggambarkan kelahiran sebagai peristiwa mulia, lalu kita kaitkan dengan tafsir dari berbagai ulama. Setiap ayat sebaiknya diuraikan dengan minimal dua tafsir yang berbeda, agar pembaca mendapat sudut pandang yang lebih kaya,” jelasnya.
Hal ini tidak hanya akan memperluas wawasan pembaca, tetapi juga menunjukkan keindahan dan kedalaman Al-Qur’an dalam menjawab berbagai persoalan hidup.
Menggunakan dua tafsir berbeda, lanjut Ustaz Sofhal, seperti memadukan khazanah tafsir klasik dan kontemporer, memungkinkan pembaca untuk melihat ayat dari perspektif tradisi dan relevansi zaman sekarang.
Namun, Ustaz Sofhal mengaku sangat menyadari bahwa salah satu tantangan terbesar dalam penulisan artikel tafsir bagi mahasiswa adalah keterbatasan dalam mengakses literatur berbahasa Arab.
“Jika merasa kesulitan dengan bahasa Arab, penulis bisa menggunakan referensi dari jurnal ilmiah, skripsi, tesis, atau disertasi yang sudah tersedia dalam bahasa Indonesia. Ini bisa membantu kalian mendapatkan pandangan yang komprehensif tanpa harus terjebak pada keterbatasan bahasa,” ungkapnya.
Baca: Al-Mishbah, Penyempurna Khazanah Tafsir Ulama Nusantara
Membumikan tulisan
Kiat lain yang diberikan adalah pentingnya kemampuan parafrase dalam menulis artikel tafsir. Parafrase adalah seni menyederhanakan bahasa ilmiah tanpa menghilangkan substansi teks.
“Jangan menyalin kata-kata mentah-mentah dari referensi akademik ke artikel populer. Itu membuat tulisan terasa kaku dan sulit dipahami,” ujarnya.
Kemampuan menulis ulang gagasan dari referensi menjadi bahasa yang lebih sederhana dan mengalir adalah kunci dalam membuat artikel tafsir yang ramah bagi pembaca awam.
“Kita harus bisa mengolah ide-ide besar dari kitab tafsir atau karya ilmiah, lalu menyajikannya dalam bahasa yang ringan namun tetap menjaga kedalaman makna. Inilah tantangan terbesar penulis tafsir,” kata Ustaz Sofhal.
Hafiz Al-Qur’an yang juga jebolan Pondok Pesantren Bustanu Usysyaqil Qur’an (BUQ) Betengan, Demak, Jawa Tengah itu juga menekankan pentingnya agar penulis memperhatikan sasaran pembaca atau audiens. Artikel tafsir yang ditujukan untuk pembaca umum harus memiliki struktur yang jelas, dengan pembuka yang kuat, penjelasan yang ringkas, dan penutup yang menyimpulkan makna secara elegan.
Menurutnya, hal itu tidak hanya berlaku untuk penulis profesional, tetapi juga bagi mahasiswa yang ingin menjadikan penulisan sebagai sarana dakwah yang efektif.
“Menulis itu ibarat menjahit. Bahan-bahan sudah ada di depan kita, tinggal bagaimana kita merangkainya agar menjadi satu karya utuh yang indah. Begitu pula dengan penulisan tafsir. Kita sudah punya Al-Qur’an, kita punya kitab tafsir, sekarang tugas kita adalah mengemasnya agar bisa dibaca dan dinikmati oleh orang banyak,” kata Ustaz Sofhal.
Baca: Mengenal ILHAM, Cara Cepat Hafal Al-Qur’an ala MI Hidayatul Mubtadiin Ketitang
Jembatan pemahaman
Pada akhirnya, penulisan artikel tafsir bukan hanya soal menyampaikan ilmu, tapi juga soal membangun jembatan antara teks-teks suci dan kehidupan sehari-hari pembaca.
Direktur Madrasah Tahfiz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon itu menyimpulkan, dengan memadukan keterampilan jurnalistik dan pemahaman mendalam terhadap Al-Qur’an, para penulis bisa membantu pembaca memahami bagaimana pesan ilahi dapat menjadi panduan praktis dalam menghadapi isu-isu kontemporer.
“Bagi para mahasiswa yang ingin mengembangkan kemampuan menulis artikel tafsir Al-Qur’an, kiat-kiat tersebut mampu memberikan arah yang lebih jelas, mulai dari mengaitkan tema dengan isu, memperkaya tulisan dengan referensi, hingga menyederhanakan bahasa agar bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih luas,” katanya.
“Menulis artikel tafsir Al-Qur’an bukan hanya tentang menguraikan ayat dan maknanya, tetapi juga tentang bagaimana menyampaikan pesan Tuhan dengan cara yang bisa menyentuh hati dan pikiran pembaca,” pungkas dia.