Ikhbar.com: Bencana alam selalu datang tiba-tiba. Kesiapsiagaan masyarakat menjadi syarat wajib guna meminimalisasi dampak yang tidak hanya menimbulkan kerusakan, tetapi juga kematian.
Mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dampak bencana alam yang diterima Indonesia periode 1 Januari 2023 — 16 Juli 2023 terdiri dari 167 orang meninggal dunia, 2.959.639 mengungsi, 10 orang hilang, dan 5.531 luka-luka.
Penulis Mantra Penolak Bencana (2023), Agung Firmansyah mengatakan, banyaknya korban dalam setiap peristiwa bencana sangat berhubungan dengan rendahnya kesadaran mitigasi yang dimiliki masyarakat. Padahal, kata dia, mitigasi bencana sudah dikenal masyarakat sejak masa lampau.
“Masyarakat kita dulu mengemas pesan mitigasi bencana melalui mitos-mitos, legenda, cerita rakyat, dan kearifan lokal lainnya,” ujar dia dalam program Hiwar Ikhbar #10 bertema “Mitos-mitos Kebencanaan” bersama Ikhbar.com, Sabtu, 15 Juli 2023, kemarin.
Buku Mantra Penolak Bencana (2023) yang menghabiskan masa penulisan selama dua tahun itu, lanjut Agung, memiliki semangat untuk mengembalikan kesadaran konservasi alam dan mitigasi bencana yang dimiliki orang-orang terdahulu.
Menurut dia, buku setebal 124 halaman itu sengaja ditulis dalam format cerita agar mudah dipahami oleh generasi z. “Saya menuliskannya berdua, dengan kawan saya yang juga konsens dalam isu ini, yakni Doamad Tastier,” katanya.
Buku yang berisi belasan cerita rakyat ini ia yakini bisa menjadi alternatif atau penggugah kesadaran bagi generasi muda untuk kembali mencurahkan perhatiannya terhadap persoalan lingkungan. “Saya sangat berharap, buku ini bisa dibaca banyak generasi muda demi masa depan lingkungan kita yang lebih baik,” katanya.
Baca: Mantra-mantra Mitigasi Bencana
Kesan pembaca
Peneliti Pusat Riset Ekologi & Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mohammad Fathi Royyani, dalam pengantarnya mengatakan, sudah saatnya masyarakat kembali menengok sejarah kehidupan bangsa dan menafsirkannya sebagai bentuk relasi manusia dan alam terkait dengan bencana.
Menurutnya, budaya selalu dinamis dan mengalami perubahan. Maka tentu rentang waktu lama sejarah kehidupan manusia di suatu daerah memiliki serangkaian bencana yang pernah dihadapinya.
“Dengan mengetahui hal tersebut, kita bisa berusaha memprediksi bencana dan segera membuat langkah-langkah antisipasinya sebagai usaha pengurangan risiko bencana,” kata dia.
Doktor filsafat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, sekaligus Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Kabupaten Cirebon, Ahmad Sururi mengatakan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman budaya. Simbol-simbol budaya dapat ditemukan dalam berbagai aspek, yang sebagian masih terlihat hingga saat ini.
“Simbol-simbol tersebut antara lain simbol kosmis dan simbol-simbol yang berasal dari pengetahuan agama. Dan simbol merupakan sebuah operator dalam proses sosial yang dapat menghasut tindakan sosial serta mempengaruhi individu maupun kelompok. Ekspresi simbolik memiliki makna bersama yang terdapat dalam hubungan antarmanusia. Seperti itulah mitos-mitos yang berperan sebagai upaya mitigasi bencana masa lampu bekerja,” katanya.
Sementara itu, jurnalis dan tuan rumah portal filsafat, Filosobih.com, Sobih Adnan menyebut, buku Mantra Penolak Bencana (2023) tersebut bukanlah buah pikir kolot yang menolak keniscayaan perkembangan teknologi.
“Justru buku ini sedang meyakinkan bahwa kearifan lokal adalah sebuah kecanggihan yang akan membuat manusia berlaku sederhana, rendah hati, dan murni. Ini perlu dibaca, jauh sebelum bencana itu tiba,” katanya.
Buku Mantra Penolak Bencana (2023) ini bisa dibeli lewat direct message (pesan langsung) akun Instagram @Ikhbarcom, atau melalui pesan WhatsApp di +62 822-1037-2148.