Ikhbar.com: Konsenstrasi seakan menjadi barang yang kian mahal di era serbadigital. Kecanggihan teknologi yang mulanya bertujuan untuk mempermudah pencarian informasi, justru bisa menjelma pemecah perhatian hingga mengecoh fokus terhadap sesuatu yang hendak dituju.
Psikolog ahli dari Griya Jiva, Esthi Nimita Tejawati, S.Psi, Psikolog mengatakan, sisi lain dari dampak internet, terutama media sosial itulah yang kemudian melahirkan istilah brain popcorn atau otak popcorn.
“Istilah tersebut pertama kali diungkapkan seorang peneliti bernama David Levy pada 2011. Otak popcorn adalah suatu keadaan ketika kita terjebak pada stimulasi konstan multitasking elektronik yang membuat pekerjaan atau tugas-tugas offline kita melambat,” katanya, kepada Ikhbar.com, Senin, 4 Maret 2024.
“Ternyata kebutuhan kita untuk terus-menerus memperhatikan gadget membuat perubahan pada otak dalam memproses informasi,” sambungnya.
Baca: Isu ‘Pemilu Curang’ Bisa Ancam Kesehatan Mental? Ini 5 Cara Menghindarinya
Gambaran dan dampak
Esthi mencontohkan, otak popcorn terjadi ketika seseorang sudah memiliki niat untuk menonton sebuah film yang lagi viral, tetapi begitu berada di depan layar bioskop, perhatiannya malah terpecah pada layar smartphone.
“Jadi, gambarannya seperti biji-biji jagung ketika dimasak menjadi popcorn di microwave atau di panci yang meletup-letup. Seperti itu juga otak kita, perhatiannya meletup-letup dari satu tugas ke tugas lain atau dari satu topik ke topik lain,” jelasnya.
Menurutnya, seseorang akan mengalami otak popcorn ketika sudah terlalu sering mendapatkan stimulasi lewat aplikasi online yang menayangkan video-video menarik dengan durasi yang cukup singkat.
“Hal tersebut menjadi pemicu utama berkurangnya rentang perhatian sehingga membuat kita menjadi susah fokus,” katanya.
Kebiasaan itu, lanjut Esthi, bahkan bisa membuat seseorang menarik diri dari pekerjaan, mengurangi kesempatan bersosialisasi, atau menolak keindahan yang ditawarkan alam.
“Kita anggap semua itu kurang menarik dibandingkan tawaran yang tersaji pada gadget. Belum lagi kemungkinan untuk kecanduan yang jika tidak segera diatasi dapat membuat performa kerja kita semakin menurun,” jelasnya.
Baca: Tak Pernah Posting Video, 48% Orang Dewasa Gunakan TikTok hanya untuk ‘Ngintip’
Kiat pencegahan
Esthi mengatakan, ada sejumlah cara agar seseorang bisa terhindar atau mengurangi pengaruh otak popcorn.
“Jika seseorang merasa otaknya sudah menjadi otak popcorn, cobalah untuk mengatasi dengan, pertama, membatasi penggunaan gadget,” kata dia.
Kedua, melakukan detoks (penetralan atas rasa kebergantungan terhadap) media sosial. Ketiga, mengurangi dominasi penggunaan gadget dengan rutin melakukan aktivitas alternatif seperti membaca buku, meditasi, olahraga, dan sejenisnya.
“Keempat, hapus beberapa aplikasi media sosial. Kelima, jauhkan gadget saat sedang menyelesaikan pekerjaan,” katanya.
Namun, lanjut Esthi, jika hal itu belum bisa diatasi secara maksimal, maka seseorang dengan otak popcorn dianjurkan segera menemui ahli di bidang psikologi untuk mengonsultasikannya secara lebih lanjut.