Ikhbar.com: Santri saat ini lahir sebagai digital native alias generasi yang tumbuh di era informasi. Maka, ia dituntut untuk kuat dalam mengarungi situasi tersebut.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) M Abdullah Syukri saat menjadi pembicara dalam acara Halaqah Ilmiah yang digelar oleh Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin, Cirebon.
“Santri sekarang lahir dalam kondisi teknologi tengah berkembang pesat atau disebut sebagai digital native, yakni ketika mereka lahir sudah ada Facebook, Instagram, YouTube, dan lain sebagainya,” kata pria yang kerap disapa Gus Abe itu, pada Kamis, 2 Maret 2023.
Dalam diskusi yang mengusung tema Jihad Digital: Penguatan Literasi Pesantren dalam Dunia Virtual itu, Gus Abe menjelaskan adanya pergeseran fungsi di media sosial menuntut para santri untuk terlibat dalam pembenahan informasi agar lebih manfaat dan maslahat.
“Media sosial yang awalnya diciptakan untuk menyebarkan informasi, justru sekarang menjadi sarangnya missinformasi,” kata dia.
Santri jebolan University of Duisburg-Essen, Jerman itu menyebut, media sosial saat ini malah kerap dibanjiri informasi hoaks.
“Misalnya saja dulu saat Pilpres 2019, di sana nyaris setiap hari tersaji banyak informasi hoaks,” ucapnya.
“Grup WhatsApp keluarga sering kali jadi sasaran dan wadah untuk membagikan informasi yang menjurus ke hoaks saat itu,” imbuh Gus Abe.
Maka, kata Gus Abe, penting saat ini untuk menguatkan literasi digital, termasuk di ranah pesantren.
“Salah satu cara menanggulangi hoaks tersebut yakni dengan menyajikan narasi atau tulisan yang bersumber baik dari buku atau kitab kemudian dibagikan ke media sosial,” ujarnya.
“Atau bisa juga dikirimkan ke berbagai media mainstream,” imbuhnya.
Permasalahannya, kata Gus Abe, wacana keislaman di dunia internet masih cenderung dikuasai kelompok Islam nonpesantren. Kelompok ini, meski minoritas di dunia nyata tetapi mereka mendominasi di dunia maya.
“Maka saya senang ketika ada santri yang kreatif membuat konten di dunia digital. Jika tidak mampu membuat konten, paling tidak membantu merekam kiai nya ngaji untuk diunggah ke media sosial,” ucap dia.
Ia menambahkan, akan sangat disayangkan jika dari kalangan Pesantren Babakan Ciwaringin yang sudah jelas sanad keilmuannya tetapi kalah dengan mereka yang viral dengan modal keilmuan yang belum mumpuni.
“Saya berpesan kepada para santri jelang tahun politik seperti ini untuk menghindari perpecahan akibat narasi yang kurang baik di dunia digital,” katanya.
Ia menegaskan bahwasannya santri tidak boleh berpangku tangan ketika hoaks beredar, apalagi ikut berkontribusi dalam menyebarkan kesalahan informasi.