Ikhbar.com: Artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan sedang menjadi kata kunci seksi yang merangsek ke segala pembahasan. Manusia telah dibuat tercengang dengan kemampuannya menyerupai seseorang, baik tampilan secara audio maupun visual.
Large langguage model (LLM), seperti ChatGPT, dapat membuat makalah dan laporan, selain kemampuannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lugas dan menyakinkan. AI lainnya mampu menyusun rencana perjalanan hingga merancang desain interior ruangan. Aplikasi-aplikasi komputasi berlomba menyematkan kemampuan AI dalam program untuk memanjakan pengguna.
Namun, AI memang begitu didambakan, tetapi, juga amat ditakuti.
Baca: Kecerdasan Buatan Rusak Lingkungan, Peneliti: Setara Emisi 123 Mobil Mondar-mandir dalam Setahun
Keresehan dunia
Sekretaris Jenderal (Sekjend) Persatuan Bangsa-bangsa (PBB), Antonio Guterres mengungkapkan beberapa bahaya penyalahgunaan AI, mulai dari penyebaran hoaks hingga senjata nuklir.
Dia mengatakan jika AI menjadi senjata utama untuk melancarkan serangan siber, membuat deepfakes (teknik sintesis citra manusia) atau untuk menyebarkan disinformasi dan ujaran kebencian, maka kehadiran teknologi ini menghasilkan konsekuensi yang sangat serius bagi perdamaian dan keamanan global.
“Tidak perlu jauh-jauh, media sosial, alat dan platform yang dirancang untuk meningkatkan hubungan antarmanusia kini digunakan untuk merusak pemilihan umum, menyebarkan teori konspirasi, dan menghasut kebencian dan kekerasan,” katanya, dikutip dari laman resmi PBB, Ahad, 13 Agustus 2023.
Guterres mengumumkan dirinya akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi yang akan membahas opsi-opsi tata kelola AI pada akhir tahun ini.
Dia juga mengaku akan mengeluarkan ringkasan kebijakan baru yang akan memberikan rekomendasi tentang tata kelola AI kepada negara-negara anggota PBB.
Baca: Matinya Kepakaran, Tantangan Baru Pemberantasan Hoaks di Indonesia
Tantangan baru bagi fact checker
Co Founder & Fact Check Specialist Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Aribowo Sasmito mengamini keresahan serupa terhadap kehadiran teknologi AI.
“Lebih tepatnya, AI merupakan tantangan baru bagi para fact checker atau pemeriksa fakta,” katanya, dalam Hiwar Ikhbar #12 bertema “Hoaks dan Fakta Kemerdekaan RI,” bersama ikhbar.com pada Sabtu, 12 Agustus 2023, kemarin.
Tantangan itu, kata Ari, sapaan akrabnya, muncul di saat ia menyaksikan kecanggihan AI dalam memanipulasi gambar maupun video dengan nyaris sempurna.
“Kami biasanya melihat gambar suntingan dengan cara menemukan gambar aslinya, kemudian dibandingkan. Masalahnya, AI itu enggak punya gambar pembandingnya,” katanya.
Ari mencontohkan hal itu seperti pada viralnya gambar mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tampak sedang ditangkap NYPD (Kepolisian Kota New York). Gambar yang terlihat sangat detail dan sensasional itu membanjiri jejaring media sosial di tengah maraknya pemberitaan bahwa Trump sedang menghadapi kemungkinan tuntutan pidana.
Belakangan, gambar yang menggemparkan media sosial Maret 2023 lalu ini diproduksi menggunakan generator gambar yang dapat diakses secara luas, AI Midjourney.
“Ya, meskipun kalau diamati dengan saksama, ada bagian detail tangan atau bagian anggota tubuh lain yang kurang sempurna. Tapi secara keseluruhan sangat menyerupai aslinya,” kata Ari.
Hingga saat ini, lanjut Ari, tim pemeriksa fakta di Indonesia belum memiliki alat yang mampu menyelesaikan tantangan tersebut. “Belum ada tools-nya. Semua harus mengandalkan kemampuan dan kecermatan secara manual,” katanya.
“AI, ketika disalahgunakan, apalagi untuk menyebarkan hoaks, benar-benar membuktikan bahwa kejahatan itu selalu bergerak lebih cepat,” sambung dia.