Ikhbar.com: Pembahasan fatwa bank emas syariah mulai memasuki tahap serius setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperkuat koordinasi untuk membuka peluang usaha bulion berbasis syariah.
Langkah tersebut dipandang sebagai terobosan penting dalam memperluas instrumen keuangan syariah nasional sekaligus menjawab kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah memulai pembahasan resmi terkait usulan fatwa kegiatan usaha bulion syariah. Proses tersebut dilakukan melalui forum diskusi terfokus.
“Pada tanggal 3–4 Desember 2025 yang lalu, KPKS telah melakukan FGD atau Focus Group Discussion bersama DSN MUI membahas usulan fatwa terkait kegiatan usaha bulion syariah,” ujar Ketua KPKS Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.
Baca: BI: Santri Berpeluang Jadi Penggerak Ekonomi Syariah di Masa Depan
Pembahasan mengenai bank emas syariah bukan satu-satunya agenda kerja sama kedua lembaga tersebut. Dian menyampaikan, sepanjang Juni hingga Desember 2025, OJK dan DSN-MUI telah menggelar sejumlah pertemuan strategis untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah di Indonesia.
Ruang lingkup diskusi mencakup beragam isu penting, mulai dari daftar efek syariah, pengembangan kripto syariah, peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah, hingga penyusunan kebijakan serta produk perbankan syariah.
Selain itu, Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Produk Investasi Perbankan Syariah juga menjadi salah satu fokus pembahasan.
Menurut Dian, sinergi dengan DSN-MUI merupakan bagian dari mandat OJK untuk memperkaya variasi produk dan layanan keuangan syariah, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Ia menegaskan, inovasi menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan positif industri keuangan syariah di Tanah Air.
Capaian Indonesia di tingkat global turut menguatkan optimisme tersebut. Berdasarkan Islamic Finance Development Report 2024, Indonesia kini menempati peringkat keempat dunia dalam Islamic Finance Development Indicator (IFDI).
“Peringkat ini didukung oleh performa kuat di berbagai indikator utama, seperti pendidikan dan penelitian, di mana Indonesia mencatatkan jumlah institusi pendidikan serta publikasi ilmiah yang tinggi di bidang keuangan syariah,” kata Dian.
Ia menilai posisi tersebut mencerminkan keberhasilan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam pengembangan keuangan syariah global.
“Selain itu, Indonesia juga menempati posisi yang sangat kompetitif dalam hal regulasi dan penyelenggaraan kegiatan terkait industri (keuangan syariah) ini. Ini menandakan bahwa dukungan ekosistem, baik dari sisi kebijakan maupun aktivitas industri, terus diperkuat,” ujarnya.
Di sisi lain, OJK menaruh perhatian besar pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah di tengah masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui kolaborasi dengan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (Asosiasi DPLK), serta Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Kolaborasi itu diwujudkan melalui peluncuran buku khutbah syariah muamalah yang membahas sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun.
Dian menjelaskan, pendekatan kultural melalui masjid dan lembaga pendidikan dinilai efektif untuk memperluas pemahaman publik mengenai layanan keuangan syariah.
“Kami percaya bahwa dengan dukungan ekosistem pengetahuan yang kuat, termasuk melalui penerbitan buku seperti ini, industri keuangan syariah Indonesia dapat tumbuh lebih sehat, inklusif, dan kompetitif baik di tingkat nasional maupun global,” ujarnya.