Ikhbar.com: Menteri Agama (Menag) Prof. KH Nasaruddin Umar mendorong adanya perumusan fikih muamalah kontemporer. Terobosan tersebut dinilai bisa menyelamatkan perekonomian dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Nasar dalam acara Sharia International Forum (SHARIF) 2024 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, pada Rabu hingga Kamis, 20-21 November 2024.
“Mari kita membuat fikih muamalah yang kontemporer, yang bisa kompatibel dengan perkembangan zaman kita,” ujar Prof. Nasar dikutip dari Antara pada Kamis, 21 November 2024.
Baca: Menag bakal Wajibkan Kegiatan Pramuka di Madrasah dan Pesantren
Lebih lanjut, ia menilai bahwa upaya tersebut merupakan sebuah literatur baru dalam syariat Islam. Harapannya, wacana Fikih Muamalah Kontemporer bisa relevan untuk diartikulasikan dalam perkembangan ekonomi modern.
Dalam kesempatan itu, ia juga memandang bahwa konsep syariah bukan sekadar fenomena agama semata, tetapi ia mampu menjelma menjadi fenomena ekonomi.
“Fenomena itu dibuktikan dengan munculnya halal food maupun gaya hidup halal di berbagai belahan dunia,” katanya.
Mengutip pernyataan Paus Benediktus, Menag Nasar menyebut bahwa satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk menyelamatkan perekonomian dunia sekarang adalah mengadopsi konsep ekonomi syariah.
“Ini menjadi salah satu alasan ekonomi syariah diyakini dapat memberikan solusi atas krisis yang dialami dunia, karena implementasi konsep di dalamnya yang adil,” jelas dia.
Di sisi lain, Menag juga memandang perlu adanya otoritas penguatan ilmu syariah yang akomodatif terhadap perkembangan zaman.
Dalam sambutannya itu, Prof. Nasar mengapresiasi digelarnya SHARIF 2024. Ia berharap forum akademis berskala internasional ini mampu mengartikulasikan konsep syariah yang kompatibel dengan pasar.
“Meski demikian, harapan ini bukan berarti syariah yang mengalah dengan pasar,” ucapnya.
Diketahui, forum tersebut akan menjadi agenda tahunan yang dalam penyelenggaraan perdananya diikuti para sarjana, lembaga fatwa, dan delegasi dari 14 negara, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Persatuan Emirat Arab (PEA), Mesir, Yordania, Palestina, Qatar, Maroko, Arab Saudi, Tunisia, Turki, dan Australia.
Menag juga menekankan agar konferensi ini dapat sesegera mungkin mendorong terciptanya konsep ekonomi syariah dan muamalah. Sehingga permasalahan kontemporer di masyarakat dapat teratasi.
“Semoga forum ini dapat menjadi peluang untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara sahabat guna mewujudkan inovasi global demi kemajuan bersama,” kata dia.
Dengan mengusung tema Sharia Services by Government Toward Mashlaha Ammah (Pelayanan Syariah oleh Pemerintah Terhadap Kemaslahatan Bersama), forum yang diselenggarakan perdana ini berupaya untuk menekankan pentingnya keterlibatan negara dalam penyediaan layanan keagamaan Islam.
Pelayanan dalam hal ini tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, tetapi juga untuk mempromosikan kehidupan warga negara dunia yang harmonis.
Forum ini menjadi ajang bagi para peserta yang mewakili negaranya untuk bertukar pikiran, berkontribusi dan mengevaluasi praktik yang terjadi saat ini dalam hal yang berkaitan dengan tema-tema syariah yang berdampak dalam kehidupan umat Islam dan warga negara lainnya di dunia.