Ikhbar.com: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi mengatur ulang skema pemungutan pajak bagi pedagang di e-commerce.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang menyatakan bahwa pedagang dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari pemungutan pajak. Meski demikian, mereka tetap diwajibkan membuat surat keterangan sebagai bukti formal untuk mendapatkan pembebasan tersebut.
Aturan baru ini sekaligus menunjuk marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) oleh pelaku usaha dalam negeri. Skema pemungutan dalam PMK ini membagi pedagang menjadi tiga kelompok berdasarkan omzet tahunan, yaitu:
- Di bawah Rp500 juta
- Antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar
- Di atas Rp4,8 miliar
Baca: Bank Matahari Milik Muhammadiyah Resmi Beroperasi
Direktur Kepatuhan Perpajakan I DJP Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa pelaku usaha dengan omzet kurang dari Rp500 juta memang tidak dikenai pajak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 7.
“Untuk omzet dalam setahun tidak sampai Rp500 juta, itu tidak kena pajak. Undang-Undang HPP Pasal 7 mengatur itu,” ujar Yoga dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin, 14 Juli 2025.
Meski bebas pajak, para pedagang tetap memiliki kewajiban administratif. Mereka harus membuat surat pernyataan untuk menyatakan bahwa omzetnya tidak melampaui Rp500 juta dalam setahun. Surat inilah yang menjadi dasar agar marketplace tidak memungut pajak dari mereka.
“Merchant harus menyampaikan surat pernyataan bahwa pendapatan tidak mencapai Rp500 juta setahun. Jika sudah menyampaikan, maka tidak akan dipungut. Tapi kalau tidak membuat surat pernyataan, ya akan dipungut,” ungkapnya.
Sementara itu, pedagang dengan omzet antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar akan dikenakan tarif PPh final sebesar 0,5 persen, apabila memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Bagi pelaku usaha yang omzetnya melebihi Rp4,8 miliar per tahun, tarif PPh 0,5% tetap berlaku. Namun, pajak ini bersifat tidak final, artinya bisa dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Ketentuan serupa juga berlaku untuk wajib pajak berbentuk badan.
“Kalau di atas Rp4,8 miliar jadi semacam kredit pajak, bukan final lagi,” kata Yoga.
Ia menekankan bahwa ketentuan ini bukanlah bentuk pungutan baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan.
“Inilah yang kami terapkan dalam PMK. Ini bukan pajak baru, hanya skema pemungutan pajaknya saja yang baru. Dengan PMK ini, kami minta marketplace untuk memungut dan menyetor pajak,” tegasnya.
Skema Pengenaan PPh Pasal 22 oleh Marketplace Berdasarkan PMK Nomor 37 Tahun 2025:
Untuk wajib pajak orang pribadi:
1. Omzet hingga Rp 500 juta: Tidak dipungut PPh.
2. Omzet antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar:
- Dipungut PPh sebesar 0,5%
- Jika memenuhi ketentuan PP 55/2022: bersifat final
- Jika tidak memenuhi atau memilih ketentuan umum: tidak final dan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.
3. Omzet di atas Rp4,8 miliar:
- Dipungut PPh 0,5%.
- Tidak bersifat final dan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.
Untuk Wajib Pajak Badan:
1. Omzet hingga Rp4,8 miliar:
- Dipungut PPh 0,5%
- Jika memenuhi PP 55/2022: final.
- Jika tidak memenuhi atau memilih ketentuan umum: tidak final dan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.
2. Omzet di atas Rp4,8 miliar:
- Dipungut PPh 0,5%
- Tidak bersifat final dan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.