Reaktualisasi Nilai-nilai Ibadah Haji

Ilustrasi ibadah haji. Getty Images/iStockphoto/prmustafa

Oleh : Dr. Didi Junaedi, M. A (Wakil Ketua Divisi Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia/MUI Kabupaten Brebes).

SAAT ini, para calon jemaah haji dari seluruh penjuru dunia sudah berada di ‎Tanah Suci. Mereka berduyun-duyun memenuhi panggilan Allah Swt untuk ‎menjalankan salah satu ritualitas ibadah yang merupakan bagian dari pilar ‎rukun Islam yang lima. ‎

Di Indonesia, jumlah calon jemaah haji tiap tahun selalu mengalami ‎peningkatan. Antusiasme masyarakat muslim Indonesia untuk menunaikan ‎ibadah haji begitu tinggi. Pertanyaannya kemudian, apa sebenarnya tujuan ‎pelaksanaan ibadah haji itu? Mengapa meningkatnya kuantitas calon jemaah ‎haji di Indonesia tiap tahun, yang kemudian akan menyandang gelar haji ‎sepulangnya dari Tanah Su inici, tidak memberikan dampak yang berarti bagi ‎kehidupan religiousitas di negeri ini?‎

Pada hakekatnya, dalam setiap ritualitas ibadah formal yang disyariatkan ‎oleh ajaran agama, mengandung cryptic message (pesan tersembunyi) yang ‎hendak disampaikan.‎

Melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak kita semua meluangkan waktu ‎sejenak untuk merenung, merefleksi, sekaligus menggali makna ibadah haji ‎yang tengah dijalani saudara-saudara kita. Dengan demikian, ibadah haji ‎tidak sebatas ritualitas formal semata tanpa makna, tetapi sebuah aktivitas ‎ibadah yang sarat nilai.‎

Dalam sejumlah kajian disebutkan bahwa ritualitas ibadah haji ‎mengandung makna filosofis dan memberikan pelajaran yang sangat berharga ‎kepada kita. Hemat penulis, ada dua pesan moral yang dapat kita petik dari ‎aktivitas ibadah haji, yaitu:‎

Pertama, posisi tauhid menduduki peringkat pertama, paling sentral dan ‎paling esensial dalam ajaran Islam. Pemakaian kain ihram merupakan simbol ‎peleburan ego manusia, pelepasan diri dari segala bentuk nafsu jasadi-‎duniawi, sekaligus menegaskan al-hurriyah (pembebasan) manusia dari ‎penghambaan terhadap materi. Hal ini sesuai dengan misi tauhid yang ‎diemban setiap manusia, yaitu tahrirul ’ibad min ’ibadatil ’ibad ila ’ibadati Rabbil ‎‎’ibad (membebaskan hamba (manusia) dari menyembah sesama hamba ‎‎(makhluk) menuju penyembahan terhadap Tuhan).‎

Baca: Manfaat Sosial Haji

Kedua, sikap persamaan ( al-musawah) harkat dan martabat sesama ‎manusia. Tidak ada superioritas dan inferioritas antara satu individu dengan ‎individu lain, satu masyarakat dengan masyarakat lain, bahkan satu bangsa ‎dengan bangsa lain. Semua manusia sama dihadapan Tuhan. Hanya tingkat ‎ketakwaannyalah yang membedakan satu sama lainnya. (Q. S. Al-Hujurat: 13)‎

Aktualisasi nilai-nilai ibadah haji

Ritual haji yang disimbolkan dengan mengenakan pakaian ihram, ‎menanggalkan segala bentuk kemewahan duniawi, mengakui persamaan ‎derajat manusia dapat dimaknai secara luas. Selain sebagai upaya taqarrub ‎‎(pendekatan diri) seorang hamba terhadap Penciptanya, juga dapat diartikan ‎sebagai upaya menumbuhkan sikap kesadaran akan eksistensi kemanusiaan ‎serta solidaritas sosial terhadap sesama. ‎

Dimensi vertikal (hablun min Allah) dan dimensi horisontal (hablun min ‎an-nas) harus berjalan selaras dan seimbang. Dimensi vertikal yang ‎disimbolkan dengan penafian terhadap segala nafsu duniawi selama ‎menjalankan ritual ibadah haji, merupakan implementasi dari sikap taat ‎terhadap Allah. Sedangkan dimensi horisontal tercermin dari sikap solidaritas ‎sosial sesama manusia berupa pengakuan akan kesetaraan, persamaan ‎derajat dan kesadaran akan eksistensi kemanusiaan. ‎

Ibadah haji merupakan simbol komitmen bersama untuk menjunjung ‎tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengajarkan kepekaan sosial, empati terhadap ‎pelbagai persoalan yang menimpa orang lain, sehingga setiap individu ‎ataupun kelompok sosial terjamin hak-haknya sebagai manusia yang merdeka ‎dan bermartabat. Singkatnya, ritual ibadah haji mengajarkan kita untuk ‎melakukan transendensi, merefleksi, mengapresiasi, sekaligus mentransformasikan nilai-nilai moral ilahi yang suci dan sangat mulia ini ‎menuju nilai-nilai insani dalam realitas sosial.‎

Dengan demikian, orientasi ketuhanan dan kemanusiaan yang berakar ‎pada tiap individu harus teraktualisasi dalam tata nilai perilaku sehari-hari. ‎Hanya dengan transformasi nilai-nilai ilahi ke dalam ranah realitas sosial inilah, ‎akan terbentuk masyarakat yang saleh, baik secara ritual maupun sosial. ‎

Kesadaran serta penghayatan yang dalam akan makna ibadah haji ini ‎pada gilirannya akan mengikis habis sikap split personality (kepribadian terbelah) ‎yang kerap menghinggapi jiwa manusia. Gejala split personality ini begitu ‎mencolok dewasa ini, di satu sisi seseorang terlihat sebagai sosok yang saleh ‎secara ritual, namun di sisi lain ia juga sosok manusia yang bobrok secara ‎moral. Pelbagai kejahatan publik dilakukannya; korupsi, kolusi, ‎penyalahgunaan wewenang serta sederet tindak kejahatan lainnya. Di sinilah, ‎nilai ideal moral ibadah haji memainkan perannya.‎

Akhirnya, di tengah kegamangan bangsa ini yang sedang dirundung ‎duka, semoga hadir ke tengah-tengah kita manusia-manusia tauhid yang ‎sadar akan eksistensi kemanusiaannya, yang mampu menyinergikan antara ‎komitmen vertikal-spiritual dan horisontal-sosial demi terciptanya masyarakat ‎yang berorientasi pada nilai-nilai ilahiah dan nilai-nilai insaniyah secara ‎bersamaan.‎[]

Kami mengundang para pembaca yang budiman untuk menyumbangkan buah pikirannya melalui kanal ‘Risalah’. Kirimkan tulisan terbaik Anda melalui email redaksi@ikhbar.com

Baca artikel kami lainnya di Google News.