Oleh: Agung Firmansyah (Mahasiswa PhD Tomsk State University/TSU, Rusia)
JUMAT pekan ini Tomsk, Rusia, terasa “hangat” pada ukuran Siberia: suhu siang hari berada di sekitar -12°C. Angka itu terdengar seperti hukuman bagi orang tropis, tetapi warga yang sudah melewati musim dingin panjang paham perbedaannya.
Pada hari-hari normal Januari, suhu rata-rata Tomsk berada di kisaran belasan hingga tiga puluhan derajat di bawah nol. Dalam kondisi demikian, berjalan sebentar saja sering berujung pada bulu mata yang memutih oleh embun beku. Catatan iklim bahkan menyimpan ekstrem yang lebih tegas: suhu terendah yang pernah tercatat di Tomsk mencapai sekitar -55°C (Januari 1931).
Dalam situasi tersebut, siang hari jauh lebih pendek daripada malam. Matahari di Tomsk baru muncul sekitar pukul 09.30–09.45, sementara terbenam sudah terjadi sekitar 16.40–16.45 di musim dingin ini, sehingga periode terang yang terbatas membuat ritme harian terasa padat tetapi cepat berlalu.
Waktu subuh sering dimulai sejak sekitar 08.30 pagi, sehingga umat Muslim harus menyesuaikan jadwal salat dengan jam biologis dan alamiah di belahan bumi utara yang jauh dari ekuator seperti ini.
Baca: Jangan Terpaku pada Suatu Kebajikan
Tomsk sendiri adalah kota universitas yang terasa seperti “ruang transit” banyak bangsa. Populasi Tomsk berada di kisaran setengah juta jiwa, dengan estimasi sekitar 544 ribu pada 2025, dan kampus-kampus besar seperti Tomsk State University (TSU) membuat arus mahasiswa internasional ikut menambah wajah kosmopolitan kota ini.
Tomsk bukan kota di negara mayoritas Muslim. Sebagai kota universitas di Rusia dengan penduduk sekitar setengah juta jiwa, komposisi penduduknya didominasi warga Rusia beragama Kristen Ortodoks. Komunitas Muslim secara persentase relatif kecil, tetapi kehadirannya terasa hidup.
Salah satu sebabnya adalah arus pekerja migran dari Asia Tengah, seperti Uzbekistan, Tajikistan, Kirgizstan, dan Kazakhstan, yang menjadikan kota-kota Siberia, termasuk Tomsk, sebagai tujuan kerja.
Dalam konteks Rusia pasca-Soviet, migrasi tenaga kerja dari Asia Tengah merupakan fenomena struktural yang menopang sektor jasa, konstruksi, dan industri perkotaan.
Jemaah Internasional
Di sekitar kawasan kampus dan asrama Parus (kompleks hunian mahasiswa TSU), salah satu rute yang akrab bagi pelajar Muslim adalah White Cathedral Mosque, atau warga setempat sering menyebutnya Belaya sobornaya mechet (Masjid Katedral Putih).
Masjid berwarna putih itu berdiri di Moskovskiy Tract 43, dan dikenal sebagai masjid tua di kawasan Tatar Sloboda. Sumber-sumber setempat menyebut tahun pendiriannya sekitar 1913.
Sementara itu, Parus sendiri tercatat berada di Buyanovskiy Lane 3A, dan menjadi salah satu asrama modern bagi mahasiswa, termasuk mahasiswa internasional.
Di masjid ini jemaah datang dari berbagai bangsa, dengan wajah Asia Tengah tampak dominan. Banyak di antaranya pekerja migran dan mahasiswa, termasuk dari Indonesia. Jumatan yang berlangsung juga menarik dan familiar: azan dikumandangkan dua kali, dan khutbah disampaikan hanya dalam bahasa Arab.
Lapeshka dan Pasar Halal
Ada kebiasaan yang membuat Jumat di Tomsk punya “rasa” sosial yang khas. Seusai salat, sebagian jemaah membagikan roti kepada yang hadir. Roti itu berukuran besar, berbentuk bulat, bernama lapeshka. Rasanya cenderung tawar, dan lazim disantap bersama sup.
Tradisi kecil ini mungkin terlihat sederhana, tetapi bagi perantau, sepotong roti itu menunjukkan bahwa keberagamaan tidak berhenti pada ritual, tetapi merambat menjadi perhatian yang hangat.
Di luar masjid, deret pedagang produk halal juga menjadi semacam “pos logistik” bagi pelajar Muslim. Ada sosis, susu, hingga ikan-ikanan. Banyak pelajar memilih belanja di titik ini karena status halal dinilai lebih jelas dibandingkan produk yang dijumpai di supermarket.
Harga pun relatif mirip: sosis ukuran jumbo, misalnya, berada di kisaran 300 rubel atau sekitar Rp60 ribu. Pada beberapa kemasan, tampak logo halal dari Kazakhstan.
Dalam ekosistem sertifikasi halal di Kazakhstan, salah satu otoritas yang dikenal adalah Halal Industry Association of Kazakhstan (AHIK), dan lembaga semacam ini juga tercantum dalam daftar badan sertifikasi halal luar negeri.
Jumatan di Tomsk, pada akhirnya, bukan cuma soal bertahan dari dingin. Jumat menjadi cara lain untuk merawat kewarasan batin: menjaga yang wajib, mencari yang halal, dan memelihara rasa persaudaraan dalam bentuk yang paling sunyi.