Ikhbar.com: Islam menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk menerapkan akhlakul karimah. Terlebih kepada guru dan orang-orang yang lebih tua.
Ulama asal Turki, Syekh Muhammad Fadhil Al Jailani memastikan, tidak ada satu pun sahabat Rasulullah yang menyebut Nabi Muhammad dengan namanya.
“Ketika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka mengucapkan ‘Assalamualaika, ya Rasulullah.’ Tidak dengan menyebutkan nama langsung, tetapi dengan kalimat ‘ya Rasulullah,” terang Syeikh Fadhil dalam acara Zikir Bersama As Sayyid Syaikh Muhammad Fadhil Al Jilani di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Kamis malam, 15 Desember 2022.
Hal itu, lanjut Syekh Fadhil, karena para sahabat sangat menghormati Nabi Muhammad SAW. “Para sahabat tidak memanggil dengan nama langsung. Mereka tidak pernah mengatakan ‘Wahai Muhammad,’ Kenapa? Karena malu dan karena adab, etika, dan tata krama dalam menyebut nama seorang yang mulia, Rasulullah Muhammad,” kata Syekh Fadhil.
Bahkan, para sahabat sering kali menyapa Nabi dengan sapaan yang panjang sebagai bentuk kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW. “Dikatakan dengan kalimat ‘Tebusan bagi cintaku padamu, ayahku, serta ibuku, wahai Rasulullah,” katanya.
Menurut Syekh Fadhil, para sahabat pun tidak berani berbicara terlebih dahulu sebelum mendapatkan izin dari Nabi Muhammad.
“Tidak ada satu pun sahabat ketika belum diberi izin berani berbicara di depan Rasulullah,” kata Syekh Fadhil.
Perilaku para sahabat bukan tanpa dasar dan alasan. Syekh Fadhil menjelaskan, tata krama para sahabat itu justru mengacu pada Al-Qur’an. “Para sahabat, mereka mencintai dan mengamalkan Al-Qur’an, maka akan selalu mensifati Nabi dengan sifat-sifat yang ada di dalam Al-Qur’an,” katanya.
Syekh Fadhil pun menyebutkan kandungan QS. Al Fath: 29;
… مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”
Menurut ulama keturunan Syekh Abdul Qadir Al Jailani itu, kitab suci Al-Qur’an pun telah mensifati Nabi Muhammad sebagai seseorang yang lembut sekaligus tegas. “Dan makna ‘orang-orang yang bersama dengan dia’ adalah orang-orang yang percaya dengan hati, mengucapkan dengan lisan, mengamalkan dengan jawarih, yakni orang-orang yang memiliki keimanan sempurna atau orang-orang yang mengikuti sunah Rasulullah,” terang Syekh Fadhil.