Ikhbar.com: Konglomerasi media ekonomi bisnis Thomson Reuters menyebut market share ekonomi Islam diprediksi akan terus tumbuh hingga 3.007 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2023 ini. Reuters mendapatkan angka itu dengan hitung-hitungan jumlah penduduk muslim di dunia yang kini sudah mencapai 1,8 miliar jiwa atau setara dengan 24% dari jumlah populasi global.
Indonesia menjadi negara dengan jumlah muslim terbanyak, yakni dari 254 juta penduduk, sebanyak 87% di antaranya memeluk agama Islam. Maka, tidak heran, jika Indonesia disebut sebagai konsumen fesyen muslim terbesar ketiga di dunia jumlah belanja mencapai 20 miliar dolar AS atau setara dengan Rp300 triliun.
Global Business Guide Indonesia mencatat, produk hijab mendominasi pasar fesyen global. Ada tiga segmen hijab yang diminati konsumen Indonesia, yakni hijab model simpel dan praktis yang telah digunakan setidaknya 60–70% muslimah di Indonesia. Hijab jenis ini dijual dalam beragam pilihan model dan warna dengan harga yang terjangkau.
Segmen kedua, jilbab syar’i yang digunakan sekitar 10% muslimah di Indonesia. Tipe jilbab ini lebih panjang dan lebar yang biasanya didominasi warna dasar seperti hitam, coklat, dan putih. Dari sisi desain, hijab pada segmen ini tidak menampilkan ragam model.
Ketiga, hijab fashionable yang digunakan masyarakat urban dan kelas menengah. Hijab jenis ini hadir dalam bergam pilihan warna dan model yang dijual dengan harga premium.
Keberanian untuk beda
Meskipun peluang pasar hijab di Indonesia terbuka lebar dan banyak digemari, namun, butuh strategi lebih bagi para produsen, terutama di tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk bisa terus bertahan, syukur-syukur berkembang di tengah para pemain yang juga terus menjamur.
Salah satu strategi yang jitu adalah berani tampil dengan konsep berbeda dengan tanpa mengurangi fungsi hijab itu sendiri. Hal ini, persis yang dilakukan oleh sebuah brand jilbab asal Cirebon, Jawa Barat, KudungKula.
Nama KudungKula diambil dari kata “Kudung” dari Bahasa Cirebon yang berarti kerudung, jilbab, atau hijab, lalu “Kula” bermakna saya. Tergambar dari nama mereknya yang diambil dari bahasa halus itu, KudungKula merupakan terobosan fesyen berbasis tradisi pesantren, tepatnya dari Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon.
Owner KudungKula, Ny.Hj. Najhah Barnamij menjelaskan, seluruh produk yang ia kreasikan selalu diupayakan selaras dengan semangat sejarah peradaban Islam. Meski begitu, corak dan pilihan warna yang dipakai tidak menjadikan KudungKula tampak usang maupun tua. Hal ini terbukti dengan banyaknya kalangan muda yang menjadi pelanggan KudungKula, termasuk dari generasi Z.
“Dalam satu tahun kami menyelesaikan seri Wali Songo. Kemudian tahun kedua memulai ke sejarah Islam di luar negeri, seperti dari Yaman dan Maroko,” kata Najhah, Kamis, 19 Januari 2023.
Kini, setidaknya sudah ada sembilan serial produk yang dikeluarkan KudungKula dan digemari masyarakat luas. Yaitu seri sembilan wali, cirebonan, Yaman, Maroko, monogram, daun pepaya dan ubi, raflesia, Zubdah (nama kitab karya pendiri PP KHAS Kempek Cirebon, KH Aqiel Siroj) dan seri Kayfiyatul Ma’ani.
“Harus selalu ada makna filosofis dari setiap seri yang kami terbitkan,” ungkap istri KH Muhammad Bj tersebut.
Tebak-tebakan mimpi
Bisnis yang baik bermula dari mimpi yang kuat. Termasuk dalam sejarah kelahiran KudungKula.
“Ada mimpi untuk berdakwah lewat kekayaan sejarah yang dikemas dalam bentuk fesyen,” kata Najhah.
Akan tetapi, melampaui itu, Nyai Najhah mengaku kelahiran KudungKula bermula dari isyarat yang ia dapatkan lewat sebuah mimpi. Tepatnya pada Ramadan 1441 H/2020 M lalu.
“Saya bermimpi naik ke atas langit dan terbangun karena melihat ada cahaya di lauh mahfudz. Saya bangun karena takut. Yang ada di bayangan adalah tentang kematian,” kata Najhah.
Keesokan harinya, Nyai Najhah mengaku langsung menelepon sang ibu, yakni Ny. Hj. Dzarrotul Jannah, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Shighor Gedongan, Cirebon dan mendapatkan jawaban yang cukup menenangkan.
“Ibu bilang, insyaallah pertanda akan ada kebaikan dan kemuliaan,” kisah Najhah.
Walaupun begitu, Najhah masih menebak-nebak makna sesungguhnya dari mimpi misterius tersebut. Bahkan, proses tebak-tebakan arti mimpi itu berlangsung hingga 1,5 tahun.
“Lalu, entah dari mana datangnya, kemudian muncul dalam benak kepala saya bahwa itu merupakan isyaroh (isyarat) untuk saya untuk meluaskan dakwah tidak hanya di bidang tarbiyah (pendidikan). Tetapi berdakwah dengan cari yang lain, yaitu dengan karya. Pemaknaan karya itu kemudian saya ekskusi dengan mendesain kerudung,” jelas dia.
Menurut Najhah, kerudung menjadi pilihan karena merupaman penutup kepala. Sementara itu, kepala merupakan hal paling utama dalam organ tubuh yang menjadi pusat saraf dan otak.
“Dan bagi perempuan muslimah, kerudung menjadi simbol identitas. Saya berharap semoga KudungKula bisa diterima banyak orang sebagai fesyen, media dakwah, sekaligus terkandung banyak pengetahuan yang bisa dipetik dari setiap seri yang dihadirkannya,” kata dia.
Benar saja, serial yang diterbitkan KudungKula pada akhirnya bisa dengan mudah dan cepat mampu membius para penggemarnya. Hingga saat ini, ada banyak varian dan model yang menjadi favorit para pecinta KudungKula.
KudungKula terus berusaha untuk menghadirkan terobosan produk hijab yang kece dan menggemaskan, sekaligus membubuhkan pesan mendalam di setiap serial yang ditawarkan. Untuk pemesanan maupun pembelian, calon konsumen bisa mengaksesnya melalui akun resmi Instagram @kudungkula dan berbagai platform e-commerce lainnya.