Ikhbar.com: Dunia adalah medan uji bagi umat Muslim. Cobaan dan tantangan yang datang ialah sunatullah guna menguji keimanan dan ketakwaan manusia.
Namun, umat Islam juga disarankan untuk terus berprasangka baik kepada Allah Swt. Umat Islam harus terus meyakini bahwa segala ujian yang dikaruniakan Allah Swt itu tidak akan melampaui kemampuan seorang manusia.
Dalam QS. Al-Baqarah: 286, Allah Swt berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya…”
Akan tetapi, ujian, cobaan, dan keterbatasan yang datang tak jarang membuat seseorang merasa kelelahan, bahkan putus asa. Selain tetap berhusnuzan kepada Allah Swt, problem ini juga perlu ditopang dengan zikir atau amalan yang dinilai mampu mempertebal iman seorang manusia.
Hal tersebut, bisa dengan mengambil saripati kisah Sayidina Ali bin Abi Thalib k.w bersama sang istri tercinta, Sayidah Fatimah R.ha.
Baca: Sahabat Nabi Paling Pemberani, Abu Bakar atau Ali?
Nasihat Nabi
Sekali waktu, Ali berkata kepada Fatimah, “Demi Allah, aku selalu mengambil air dari sumur hingga dadaku sakit. Ayahmu (Nabi Muhammad Saw) telah datang membawa seorang budak. Pergilah dan mintalah budak itu sebagai pelayan kita.”
Labtas, Fatimah menimpali, “Demi Allah, aku juga selalu menumbuk gandum hingga tanganku bengkak.”
Keduanya pun memutuskan untuk menghadap Rasulullah Saw guna meminta budak untuk dijadikan sebagai pelayan dan pembantu dalam urusan rumah tangga mereka. Akan tetapi, ternyata Nabi Saw tidak mengabulkan permintaan tersebut.
Nabi Saw berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memberi kalian budak tersebut. Aku ingin memenuhi kebutuhan perut ahli shuffah (sahabat Rasulullah sejumlah kurang lebih 70 orang yang tinggal di bagian belakang Masjid Nabawi karena tidak mempunyai harta dan tempat tinggal), tetapi aku tidak punya apa-apa untuk mereka. Jadi, aku akan menjual budak itu pada kalian, agar uangnya bisa aku berikan pada mereka.”
Mendengar penjelasan itu, akhirnya Ali dan Fatimah pun pulang. Sesampainya di rumah, mereka menuju pembaringan lalu merebahkan diri, berselimutkan kain kasar, dan memikirkan upayanya itu yang berakhir dengan tangan hampa.
Namun, tiba-tiba Rasulullah Saw mendatangi keduanya. Setelah melihat putri dan menantu kesayangan itu panik karena kehadirannya yang terkesan tiba-tiba, Rasulullah Saw bersabda, “Tetaplah di tempat kalian. Maukah kalian aku beri tahu tentang apa yang lebih baik dari permintaan kalian (tentang budak) tadi?”
Ali dan Fatimah kompak menjawab, “Ya, ya Rasulullah.”
Lalu Nabi Saw bersabda, “Jika kalian hendak merebahkan diri di pembaringan kalian, bertasbihlah sebanyak 33 kali, bertahmidlah sebanyak 33 kali, dan bertakbirlah sebanyak 34 kali. Ini semua lebih baik bagi kalian berdua dari pada seorang pembantu.”
Dalam redaksi yang lebih lengkap, zikir yang dimaksud adalah lafaz:
(٣٣x) سُبْحَانَ ٱللَّٰهِ
Subhanallah
“Maha Suci Allah.”
(٣٣x) الْحَمْدُ للَّهِ
Alhamdulillah
“Segala puji bagi Allah.”
(٣٤x) اللَّهُ أَكْبَرُ
Allahu akbar.
“Allah Maha Besar.”
Baca: Daftar Menu Hidangan dalam Resepsi Pernikahan Rasulullah
Jadi amalan sehari-hari
Kisah tersebut tercatat dalam sebuah hadis yang riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut ini:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ قَالَ حَدَّثَنِي الْحَكَم عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى حَدَّثَنَا عَلِيٌّ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهِمَا السَّلَام أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَشْكُو إِلَيْهِ مَا تَلْقَى فِي يَدِهَا مِنْ الرَّحَى وَبَلَغَهَا أَنَّهُ جَاءَهُ رَقِيقٌ فَلَمْ تُصَادِفْهُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ قَالَ فَجَاءَنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا فَذَهَبْنَا نَقُومُ فَقَالَ عَلَى مَكَانِكُمَا فَجَاءَ فَقَعَدَ بَيْنِي وَبَيْنَهَا حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى بَطْنِي فَقَالَ أَلَا أَدُلُّكُمَا عَلَى خَيْرٍ مِمَّا سَأَلْتُمَا إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا أَوْ أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا فَسَبِّحَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَاحْمَدَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبِّرَا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ
“Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Syu’bah] ia berkata, telah menceritakan kepadaku [Al Hakam] dari [Ibnu Abu Laila], telah menceritakan kepada kami [Ali] bahwa Fatimah datang menemui Nabi Saw mengadukan tangannya yang mengeras karena menggiling. Fatimah pernah mendengar kabar bahwa Nabi Saw pernah mendapatkan budak, sayang, kebetulan ia malah tidak ke sana. Fathimah pun menuturkan hal itu pada Aisyah. Ketika Rasulullah Saw datang, maka Aisyah pun menuturkannya. Kemudian beliau mendatangi kami yang pada saat itu kami sudah bersiap-siap untuk tidur, maka kami pun segera beranjak. Beliau bersabda, ‘Tetaplah pada tempat kalian.’ Beliau datang lalu duduk tepat antara aku dan Fatimah hingga aku merasakan kesejukan kedua kakinya. Dan beliau bersabda, ‘Maukah aku tunjukkan pada sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Bila kalian hendak beranjak ke tempat tidur, maka bertasbihlah tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali serta bertakbir tiga puluh empat kali. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.” (HR. Bukhari).
Di dalam riwayat Muslim, terdapat redaksi tambahan yang menerangkan bahwa Sayidina Ali berkata, “Saya tidak pernah meninggalkan bacaan tersebut semenjak saya mendengarnya dari Rasulullah.”
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari menegaskan, hadis tersebut mengajarkan bahwa membiasakan diri dalam zikir mampu menghilangkan perasaan lelah seseorang atas segala ujian yang diterimanya selama di dunia.