Ikhbar.com: Desember kerap dinilai menjadi saat yang tepat untuk merenungkan perjalanan hidup selama setahun terakhir. Dalam tradisi Islam, muhasabah atau introspeksi diri bukan hanya dianjurkan, tetapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Lewat muhasabah, seseorang akan terbantu mengenali kekurangan, mensyukuri kelebihan, serta mampu merencanakan perbaikan di masa mendatang.
Dalam QS. Al-Hasyr: 18, Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ḥasyr: 18).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Muhammad Saw juga bersabda, “Orang yang bijak adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR Tirmidzi).
Iwhal pentingnya muhasabah, Sayyidina Umar bin Khattab pernah berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”
Baca: Tafsir QS. Al-Hasyr Ayat 18: Perintah Muhasabah
Jalan menuju perbaikan
Muhasabah erat kaitannya dengan tobat. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa muhasabah dan tobat merupakan pasangan tak terpisahkan dalam proses penyucian diri. Tobat adalah refleksi mendalam terhadap kesalahan yang telah diperbuat disertai penyesalan dan komitmen untuk tidak mengulanginya.
Allah Swt berfirman:
وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Bertobatlah kalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31).
Muhasabah juga membantu seseorang menjadi lebih waspada terhadap godaan setan. Dalam QS. Al-A’raf: 201, Allah Swt berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ ٱلشَّيْطَٰنِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
“Sungguh, orang-orang yang bertakwa bila ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, lalu ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).”
Imam Al-Ghazali menceritakan bahwa Rasulullah Saw senantiasa memohon ampun kepada Allah Swt minimal sebanyak seratus kali per hari. Perilaku tersebut merupakan teladan bahwa introspeksi dan tobat adalah bagian dari kehidupan yang terus berulang.
Baca: KH Ahmad Zuhri Adnan: Inspirasi Resolusi Tahun Baru dari Pesan Nabi untuk Abu Dzar Al-Ghifari
Doa pendorong muhasabah
Proses muhasabah tidak lepas dari bimbingan Allah Swt. Selain introspeksi dan tobat, doa menjadi media penting untuk memohon petunjuk serta kekuatan dalam memperbaiki diri.
Salah satu doa yang dianjurkan Rasulullah Saw untuk perbaikan akhlak adalah:
اَللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
Allāhummahdinī li ahsanil akhlāq. Lā yahdī li ahsanihā illā anta. Washrif ‘annī sayyi’ahā. Lā yashrifu ‘anni sayyi’ahā illā anta.
“Ya Allah, bimbinglah diriku pada akhlak paling terpuji karena tidak ada yang dapat membimbing kepadanya kecuali Engkau. Palingkanlah aku dari akhlak yang buruk karena sungguh tidak ada yang dapat memalingkannya dariku kecuali Engkau.”
Doa ini menunjukkan bahwa manusia sangat membutuhkan pertolongan Allah dalam upaya memperbaiki diri. Bahkan Rasulullah Saw sendiri membaca doa ini dalam pembukaan salatnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
وكان من دعائه صلى الله عليه و سلم في افتتاح الصلاة اَللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
“Salah satu doa Rasulullah Saw di awal salat berbunyi, ‘Allāhummahdinī li ahsanil akhlāq. Lā yahdī li ahsanihā illā anta. Washrif ‘annī sayyi’ahā. Lā yashrifu ‘anni sayyi’ahā illā anta.” (HR Muslim).
Baca: Mengapa Hasil tak Sesuai Harapan dan Doa? Ini Penjelasan Imam Al-Ghazali
Muhasabah juga dapat dimulai dengan pertanyaan reflektif sederhana, yakni dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan,”Apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah itu bermanfaat bagi diri sendiri atau orang lain?” Dari pertanyaan tersebut, seseorang dapat merancang resolusi yang lebih baik untuk masa depan. Resolusi tersebut tidak hanya mencakup hal-hal duniawi, tetapi juga target-target spiritual yang mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Akhir tahun bukan sekadar pergantian kalender, melainkan peluang emas untuk merenung dan memperbaiki diri. Dengan memahami pentingnya muhasabah, melakukan introspeksi yang mendalam, serta memanjatkan doa-doa penuh harapan, setiap Muslim dapat menjadikan momentum ini sebagai batu loncatan menuju kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat.