Ikhbar.com: Belum lama ini pemerintah Rusia mendenda Google sebesar 20 desiliun dollar Amerika Serikat (AS). Kebijakan tersebut lantaran Google dinilai telah memblokir kanal pro-Rusia.
Nominal denda yang diberikan kepada Google itu berhasil mencuri perhatian publik. Pasalnya, 33 angka nol di belakang ini jauh lebih tinggi dari nilai perekonomian global.
Jika dibandingkan angka Produk Domestik Bruto (PDB) dunia sebesar 110 triliun dollar AS dalam data Dana Moneter Internasional (IMF), angkanya tampak kecil dibandingkan denda Google oleh pemerintah Rusia.
Baca: Google Maps Disuntik AI, Bikin Rencana Perjalanan kian Mudah
Dikutip dari media Pemerintah Rusia, TASS, Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov bahkan mengaku tidak bisa mengucapkan angka denda itu dengan tepat.
“Angka yang sangat besar itu bersifat simbolis. (Google) tidak boleh membatasi penyiar kami di platform-nya,” ujar Peskov dikutip pada Ahad, 3 November 2024.
Menanggapi denda tersebut, Google mengkonfirmasi bahwa pihaknya mengaku tengah menghadapi masalah hukum di Rusia.
“Putusan perdata yang mencakup hukuman majemuk dijatuhkan kepada kami terkait perselisihan mengenai penghentian akun, termasuk akun milik pihak yang terkena sanksi,” kata Google.
Mereka meyakini bahwa masalah hukum yang sedang berlangsung ini akan berdampak buruk pada pendapatan.
Pekan ini, pemerintah Rusia memang telah melaporkan bahwa pengadilan memerintahkan Google memulihkan beberapa kanal YouTube pro-Rusia.
Pemblokiran Google terhadap kanal Pro-Rusia tersebut dilakukan sejak 2022 yang lalu. Atas tindakannya itu, Rusia mengancam menjatuhkan denda yang terus berlipat ganda setiap pekan.
Setelah invasi Rusia ke Ukraina, Google membatasi operasionalnya di negara tersebut, tetapi tidak menarik diri sama sekali.
Tindakan Google berbeda dengan beberapa perusahaan teknologi Amerika lainnya. Sejumlah layanan Google masih bisa diakses di Rusia, termasuk Google Search dan YouTube.
Beberapa bulan setelah invasi, anak perusahaan Google di Rusia mengajukan kebangkrutan dan menghentikan mayoritas operasi komersialnya setelah pemerintah mengambil alih kendali rekening bank.