Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri pada akhir tahun 2022. Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi menjelaskan, muhasabah dibutuhkan untuk memperbaiki kehidupan di setahun mendatang.
“Mari di akhir tahun ini kita introspeksi diri, muhasabah, tentang apa yang kita lakukan atau kita perbuat di tahun ini,” kata dia, saat menyampaikan sambutan pada acara Muhasabah dan Istighosah Akhir Tahun 2022 pada pekan lalu, dikutip Sabtu, 31 Desember 2022.
Dia berharap, melalui kegiatan muhasabah, Allah Swt akan meridai semua yang dilakukan hambanya di masa mendatang. “Yang jelas, kita berharap semua kesalahan kita di masa lalu tidak terulang di masa yang akan datang,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis memaparkan tentang pentingnya muhasabah. “Mengapa penting muhasabah? Apakah hanya akhir tahun saja atau nanti awal tahun saja?” ujar dia.
Menurut dia, kegiatan muhasabah akhir tahun ini hanya momentum saja. Namun, menurut dia, seyogianya umat Islam melakukan muhasabah setiap hari. “Minimal dalam sehari semalam menjelang tidur. Jadi, dipikir-pikir seharian ini apa saja pekerjaan yang bermanfaat. Kemudian, muhasabah besok mau mengerjakan apa saja. Itu minimal,” ucap Kiai Cholil.
Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat, itu menambahkan, muhasabah sangat penting untuk menentukan langkah selanjutnya dan mendekatkan diri kepada Allah.
Pada kesempatan yang sama, Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar mendorong umat Islam untuk menaikkan kelasnya dari ahli taat menjadi ahli ibadah pada tahun 2023. “Kalau tahun 2022 kita baru ahlul taat, maka mohon 2023 ini, insyaallah, kita naik kelas menjadi ahlul ibadah,” ujar Kiai Nasaruddin.
“Kalau tahun 2022 kita baru ahlul taat, maka mohon 2023 ini, insyaallah, kita naik kelas menjadi ahlul ibadah,” katanya.
Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) Jakarta itu mengatakan, ada perbedaan antara ahli taat dan ahli ibadah. Menurut dia, seorang yang ahli taat melakukan seluruh ajaran agama Islam hanya karena adanya kewajiban.
“Bedanya adalah pada kualitas dan intensitas. Kalau ahlul taat, melakukan seluruh ajaran agama Islam itu karena itu penting dan karena itu wajib. Jadi, merasa terbebani dengan shalat,” ucapnya.
Sementara itu, seorang ahli ibadah itu melakukan seluruh ajaran agama Islam dengan penuh cinta. Ketika melakukan shalat sebanyak apa pun, seorang ahli ibadah tidak akan merasa terbebani. “Seluruh ketaatan yang dilakukan dengan penuh rasa cinta, itulah yang disebut dengan ahlul ibadah,” kata Kiai Nasaruddin.