Ikhbar.com: Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammad bin Salman (MbS) diduga telah palsukan tanda tangan ayahnya untuk mengerahkan pasukan perang ke Yaman.
Dikutip dari Middle East Monitor pada Selasa, 20 Agustus 2024, tuduhan tersebut dilayangkan oleh mantan kepala mata-mata Arab Saudi, Saad Al Jabri.
“Tuduhan tersebut dilayangkan Al Jabri melalui film terbaru BBC, berjudul The Kingdom: The World’s Most Powerful Prince. Ia menyebut bahwa MbS telah memalsukan tanda tangan ayahnya, Raja Salman untuk mengerahkan pasukan darat ke Yaman,” tulis Middle East Monitor.
Baca: HUT Ke-79 RI, Pangeran Arab Saudi: Semoga Indonesia Semakin Maju dan Sejahtera
Al Jabri merupakan eks ajudan mantan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad Bin Nayef (MbN). Ia menjadi tokoh kunci dalam komunitas intelijen Saudi.
“MbS yang saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan, merupakan kekuatan utama di balik intervensi militer 2015. Saat itu, mereka mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) terhadap gerakan Houthi dan pasukan sekutu di Yaman,” kata Al Jabri.
Ia menegaskan, saat perang yang terjadi pada Maret 2015 itu MbS memerintahkan untuk melakukan intervensi darat ke Yaman. Padahal, MbN yang saat itu merupakan Putra Mahkota dengan tegas menolaknya.
“Tentara kami belum teruji dan kami tidak berpikir bahwa mereka akan melakukan pekerjaan itu,” kata MbN.
Jadi, kata Al Jabri, MbN mengeluarkan dekrit dari raja untuk mencegah intervensi darat. Belakangan, ia terkejut bahwa ada dekrit kerajaan yang mengizinkan intervensi darat.
Menurut PBB, keterlibatan koalisi gabungan Saudi dan UEA di Yaman telah mengakibatkan hampir 400.000 orang tewas dan 4,5 juta orang mengungsi.
Selain itu, serangan udara yang dipimpin Saudi juga merenggut nyawa hampir 9.000 orang dan melukai lebih dari 10.000 orang.
Koalisi ini tidak berhasil mengusir Houthi dari ibu kota Yaman, dan kelompok ini sekarang menjadi pemimpin de-facto di bagian utara negara yang dilanda perang tersebut. Bagian selatan negara itu sebagian besar dikendalikan Dewan Transisi Selatan yang separatis.
Al Jabri mengatakan bahwa pengakuannya itu dapat dipertanggungjawabkan. Ia meyakini bukti yang telah didapatkan bisa dipercaya di Kementerian Dalam Negeri.
Di potongan film lainnya, mantan kepala MI6, John Sawers mengaku bahwa ia tidak tahu MbS telah memalsukan tanda tangan Raja Salman.
“Saya tidak tahu apakah Mohammed bin Salman, yang sering disebut dengan inisialnya, telah memalsukan dekrit kerajaan. Tetapi yang jelas bahwa ini adalah keputusan MbS untuk melakukan intervensi militer di Yaman. Itu bukan keputusan ayahnya, meskipun ayahnya ikut mendukungnya,” kata dia.
Hingga berita ini disunting, belum ada tanggapan mengenai film dokumenter tersebut dari pihak Kerajaan Arab Saudi.