Ikhbar.com: Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Muhammad Ihsan menyampaikan apresiasi atas semakin banyaknya pondok pesantren yang berupaya melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak, dalam hal ini para santri.
Ihsan menilai, upaya itu menjadi sumbangsi tersendiri bagi Indonesia secara keseluruhan, terutama dalam rangka menyiapkan terwujudnya generasi Indonesia Emas 2045.
“Kementerian PPPA diberikan mandat oleh negara untuk mengurusi persoalan perempuan dan anak. Dan ketika ada kelompok masyarakat, dalam konteks pesantren, yang menginisiasi upaya pencegahan kekerasan anak, tentu ini sangat kami apresiasi karena akan mendukung upaya pemerintah dalam melindungi hak-hak anak secara keseluruhan,” ujar Ihsan, saat menyampaikan materi pembuka dalam Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Kekerasan anak di Pesantren bertema “Santri Merdeka, Indonesia Digdaya” di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, Jumat, 23 Agustus 2024.
Baca: JPPRA: 72,5% Pesantren Terapkan Kurikukum Ramah Anak
Dalam kegiatan yang diselenggarakan Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) itu, dia menegaskan bahwa Pasal 9 Ayat 1a, Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak menyebutkan, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan, termasuk pesantren, dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, maupun pihak lain.
“Kami menyadari adanya beberapa oknum, baik pengasuh maupun tenaga pendidik di lembaga yang mengataskan pesantren, yang melakukan tindakan tidak pantas terhadap santri. Namun, kami tidak bermaksud menggeneralisasir. Justru, kami mengusulkan konsep pesantren ramah anak yang telah diterapkan oleh mayoritas pesantren di Indonesia menjadi upaya preventif, bukan semata-mata karena adanya kasus kekerasan,” tegas Ihsan.
Sementara itu, Ketua Panitia FGD, Ustaz Agung Firmansyah mengatakan, pihaknya akan terus merumuskan strategi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan pesantren.
“Kami berharap melalui diskusi ini, kita dapat menemukan solusi yang tepat untuk melindungi anak-anak kita dari kekerasan,” ujarnya.
FGD tersebut, lanjut Ustaz Agung, merupakan respons terhadap adanya sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di beberapa lembaga pendidikan yang mengatasnamakan pesantren.
“Kasus-kasus itu tidak hanya mencoreng nama baik lembaga pendidikan Islam, tetapi juga mengancam keselamatan santri. Fenomena ini harus segera diatasi agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk mendidik generasi penerus bangsa,” tambahnya.
Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) JPPRA, Kiai Yoyon Syukron Amin dalam pembukaan FGD mengingatkan tentang pentingnya peran pesantren dalam pembentukan karakter anak bangsa.
“Pesantren memiliki peran penting dalam mendidik anak-anak kita. Oleh karena itu, kita harus memastikan lingkungan pesantren bebas dari kekerasan dan aman bagi semua santri,” kata Kiai Yoyon.
Ia menekankan bahwa pesantren harus menjadi pelopor dalam menerapkan kebijakan perlindungan anak di Indonesia. “Kita memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa setiap santri terlindungi dari segala bentuk kekerasan,” pungkasnya.
Baca: 40 Kiai Bahas Strategi Cegah Kekerasan Anak di Pesantren, Ini Hasilnya
Berdasarkan data yang dihasilkan dari FGD tersebut terungkap bahwa sebanyak 72,5% pondok pesantren telah mengalami peningkatan dalam melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap santri. Peningkatan tersebut terbukti dari penerapan kurikulum ramah anak, peningkatan rutinitas sosialisasi pencegahan kekerasan, maupun dengan menyediakan layanan konseling bagi para santri.
FGD dan pengisian kuisioner tersebut melibatkan 40 perwakilan pondok pesantren dari Kabupaten dan Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Data lainnya mengungkapkan bahwa sebanyak 37,5% pesantren telah memiliki aturan dan kebijakan tertulis yang berfokus pada peningkatan perlindungan anak.