Ikhbar.com: Putri bungsu KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Inayah Wahid menceritakan ayahnya saat memperjuangkan hak rakyat Papua.
Inayah Wahid mengisahkan bahwasannya Gus Dur saat itu memberikan apa yang diinginkan oleh rakyat Papua.
“Selepas Gus Dur wafat, saya pernah berkunjung ke Papua dan diberi sambutan. Mereka kami dengan mengatakan menyebut bahwasannya Gus Dur adalah bapak Papua,” kata Inayah Wahid saat memberikan orasi kebudayaan dalam acara Haul ke-14 Gus Dur di Gereja Bunda Maria Cirebon pada Sabtu, 28 Januari 2023.
Inayah menjelaskan, Gus Dur saat itu meminta teman-teman Papua untuk menggelar Kongres Rakyat Papua.
“Saat itu, Gus Dur juga memanggil kelompok warga Papua yang dianggap makar,” jelas Inayah.
“Kalian yang tentukan nasib kalian sendiri,” kata Inayah menirukan ucapan ayahnya.
Inayah mengaku, keputusan Gus Dur saat itu sempat mendapat tentangan dari aktivis yang mengkhawatirkan Papua lepas dari Indonesia.
“Hanya orang papua yang menentukan nasib hidupnya sendiri, orang lain tidak bisa. Kita bukan maha kuasa, kita hanya mensupport keputusan mereka,” jawab Gus Dur saat itu.
Maka ketika rakyat Papua menginginkan pisah dari Indonesia, Gus Dur mengundang mereka untuk datang ke Jakarta.
“Ini pertama kalinya kita dimintai pendapat tentang diri kami sendiri. Selama ini, keputusan apapun tentang kami itu diputuskan dari pusat tanpa mempertanyakannya lebih dulu” ujar teman-teman Papua itu.
Ketika mereka sampai di Jakarta, Gus Dur menanyakan demikian, “Kamu pengennya apa?,” tanya Gus Dur.
“Kami ingin pisah,” jawab mereka.
“Kalau kita tidak pisah gimana?,” tanya Gus Dur kembali.
“Kami ingin identitas kami kembali,” jawabnya.
“Mulai saat ini, kalian kembali menjadi Papua,” tegas Gus Dur saat itu.
“Kami juga ingin bendera Bintang Kejora dinaikkan,” pinta mereka kembali.
“Silahkan, asal jangan lebih tinggi dari Merah Putih,” jawab Gus Dur.
Sebagai informasi, saat Gus Dur menjabat Presiden, Irian Jaya merupakan nama yang disandang Papua.
Inayah menjelaskan, pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Gus Dur yang memperjuangkan hak rakyat Papua yakni hanya sekadar mengembalikan identitas mereka dan mengakui keberadaan mereka dari Indonesia.
“Apa yang dilakukan Gus Dur itu perlu keberanian besar,” ucap Inayah Wahid.
Dalam kesempatan yang sama, Inayah mengatakan bahwa sepeninggal Gus Dur ia dan keluarganya terus memperjuangkan semangat sang Guru Bangsa, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.
“Sepeninggal Gus Dur, kami banyak menyuarakan demokrasi dan keberagaman. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar,” katanya.
Ia bercerita bahwa, setelah pandemi berakhir, Inayah beserta ibu Sinta Nuriyah berangkat ke Amerika untuk bertemu teman-teman musmil dari Indonesia di Los Anggels.
“Di sana, mereka punya masjid bar. Masalahnya, masjid ini belum selesai, bangunannya beli dari Gereja dan mereka belum dapat izin untuk merenovasi,” jelas Inayah.
Saat di Amerika itu, Inayah bercerita bahwa Ibu Sinta Nuriyah memberikan ceramah di masjid tersebut yang masih nampak dengan berbagai ornamen khas Gereja.
“Apa yang dilakukan Ibu itu sebenarnya jawaban buat orang-orang yang mempermasalahkan acara Haul ke-13 Gus Dur ini diselenggarakan di Gereja,” tuturnya.
Sama seperti halnya memperjuangkan hak rakyat Papua, Inayah Wahid juga memberikan alasan kenapa Gus Dur menjadikan Konghucu sebagai agama ke-6 di Indonesia.
“Gus Dur memperjuangkan agama Konghucu di Indonesia itu sebagai penegasan bahwasannya mereka itu ada dan patut dihargai,” tandasnya.