Ikhbar.com: Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Sunanto baru-baru ini memberikan penjelasan terkait Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji.
Ia menjelaskan, Menag Yaqut tengah menjalankan tugas di luar negeri saat menerima undangan Pansus Angket Haji.
“Tugas ke luar negeri juga merupakan pelaksanaan undang-undang,” jelas Cak Nanto dikutip dari laman Kemenag pada Selasa, 24 September 2024.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Menag Yaqut telah memberikan keterangan tertulis kepada Pansus Angket Haji terkait pemanggilan dirinya.
Baca: Italia Teken Kerja Sama Sertifikasi Halal dengan Kemenag
“Gus Men saat ini tengah menghadiri pertemuan internasional untuk perdamaian di Paris, Prancis,” katanya.
Lebih dari sepekan terakhir Menag Yaqut tengah melakukan sejumlah rangkaian kerja ke luar negeri. Ia mengawali kunjungan kerjanya ke Arab Saudi untuk membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haj 1446 H/2025 M bersama Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah.
Dari Arab Saudi, Menag bertolak ke Milan-Italia pada 18 September 2024. Kunjungan ke negeri pizza itu dilakukan guna menandatangai Mutual Recognition Agreement (MRA) Jaminan Produk Halal (JPH) dengan Halal Italia.
“Ini merupakan MRA Jaminan Sertifikasi Halal yang pertama di Eropa,” ucap Cak Nanto.
Ia menyebut bahwa MRA menjadi landasan saling pengakuan sertifikat halal antara Kemenag RI dengan Halal Italia. Selama di Italia Menag juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh untuk membahas akselerasi program sertifikasi halal.
Dari Milan, Menag menuju ke Prancis untuk melaksanakan amanat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri pertemuan Internasional untuk Perdamaian (International Meeting for Peace) ke-38 yang diselenggarakan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Forum tersebut berlangsung di Paris, Prancis, 22-24 September 2024.
Dalam pertemuan ini, Menag menyampaikan salam dari Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto untuk Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Men memandang bahwa pertemuan ini fundamental dalam menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Gue Men mengatakan, Presiden Macron menyambut gembira salam dari Jokowi. Ia menjelaskan bahwa pemimpin Prancis itu opstimistis Indonesia dan negaranya bisa saling menggali persamaan untuk berkontribusi pada perdamaian dunia.
Menag mengatakan, Presiden Emmanuel Macron menjadi pembicara kunci pada pembukaan International Meeting for Peace ini.
“Agama memainkan peran penting dalam usaha rehumanisasi di tengah gejala dehumanisasi, khususnya melihat apa yang terjadi di Jalur Gaza,” jelas Menag mengutip perkataan Macron.
Gus Men menyampaikan bahwa Presiden Macron merupakan sosok yang menjunjung tinggi perdamaian. Ia menilai bahwa perdamaian bisa dimulai dengan membayangkan
“Menurut Macron, membayangkan perdamaian menjadi langkah krusial dalam mewujudkan perdamaian. Membayangkan artinya menciptakan hal baru berdasarkan realita yang ada,” katanya.
Presiden Prancis, lanjut Gus Men, mengingatkan semua pihak untuk bersama menyadari kenyataan bahwa dunia menjadi tempat hidup bersama.
“Karenanya, Kita harus saling mengakui keberadaan sesama manusia serta menihilkan permusuhan,” ujar Menag.
Senada dengan Presiden Macron, delapan panelis yang berbicara pada sesi pembuka itu juga menyampaikan pentingnya agama dalam mewujudkan perdamaian.
Para panelis yang terdiri atas perwakilan umat di antaranya Islam, Yahudi, Katolik, Anglikan, serta pemerintah itu sepakat bahwa agama dapat membangun jembatan dialog untuk saling mendengar dan memahami.
Pertemuan internasional bertajuk “Imagine Peace” ini dihadiri oleh ribuan peserta dari seluruh dunia. Mereka adalah wakil-wakil pemerintahan dan para pegiat perdamaian dari organisasi masyarakat.
Selain Menteri Agama, dari Indonesia hadir juga Abdul Mu’ti (Sekum PP Muhammadiyah), KH Marsudi Syuhud (MUI), Khamid Anik Khamim Tohari (ICRP) dan Din Syamsuddin yang mewakili Pusat Dialog dan Kerja Sama Masyarakat Sipil.
Selama tiga hari mereka mendiskusikan isu-isu perdamaian dunia, humanisme, kebijakan migran, tantangan demokrasi, serta posisi agama dalam menjawab semua persoalan tersebut. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar kedua di dunia, kehadiran Indonesia di forum ini tentu membawa warna tersendiri.